Consent, Batasan “Persetujuan” yang Wajib Dipahami Anak

Pernahkah Anda mengajarkan anak untuk mengatakan “tidak” terhadap sesuatu yang membuatnya terganggu atau tidak nyaman? Jika pernah, berarti Anda sudah sedikit banyak mengajarkan konsep consent pada anak. 

Apa itu consent?

Consent bisa dipahami sebagai batasan dari sebuah “persetujuan”. Dimana anak, bisa saja menyetujui atau menolak sesuatu, jika mereka memang merasa tidak nyaman. Belajar mengenai consent berarti belajar mengenai batasan, menurut Stacey Honowitz, pengawas unit kejahatan seksual dan pelecehan anak di kantor kejaksaan negara bagian Florida, Amerika Serikat. 

Ia mengatakan bahwa ketika orang tua menetapkan batasan tegas seputar akses pada makanan ringan atau waktu menonton televisi, maka secara implisit anak belajar mengenai consent. Contoh lain misalnya, saat anak bertanya apakah mereka boleh menonton pertunjukkan dan jika orang tua menjawab “tidak”, maka anak berkewajiban untuk menghormati batasan tersebut atau siap menghadapi konsekuensi apabila anak tetap memaksa. 

Apa yang anak pelajari dari consent ? 

Belajar mengenai consent berarti belajar tentang “otonomi tubuhnya sendiri”. Misalnya, anak akan belajar bahwa bagian tubuh tertentu tidak boleh disentuh oleh orang lain– dan bahwa dia juga berhak menolak untuk dipeluk atau dicium jika merasa tidak nyaman.

Anak juga belajar, baju atau sepatu mana yang nyaman ia kenakan, atau apakah orang lain boleh memposting fotonya di sosmed atau tidak. 

Apa Pentingnya Anak Memahami Consent? 

Consent penting dipahami untuk menghindarkan anak dari kejahatan seksual dan perilaku yang mengarah kepada kejahatan seksual di saat dewasa kelak. Jika sejak kecil anak belajar mengenai consent, maka saat dewasa kelak, diharapkan anak tumbuh menjadi pribadi yang menghargai dirinya sendiri dan orang lain. 

Bagaimana Mengajarkan Consent pada Anak?

1. Berlatih Consent melalui Contoh Kasus

Cara sederhana dalam mengajarkan consent pada anak yaitu melalui permodelan kasus tertentu. Misalnya saat acara ulang tahun anak, Anda bisa menanyakan “apakah Ibu boleh menciummu?”. Dan jika anak menolak, maka orang tua juga wajib menghargai keinginan anak. Contoh lain misalnya saat Anda ingin mengambil foto atau video anak yang sedang belajar. Jangan ragu bertanya padanya apakah boleh mengambil foto dan video anak serta apakah boleh memposting pada sosial media kita. Kemudian, orang tua juga wajib menghargai jika anak tidak mau difoto dan tidak mau diposting fotonya pada akun sosmed kita. 

Ingat, mengajari anak consent juga berarti membatasi diri sebagai orang tua untuk tidak melampaui batas dan menghargai pendapat anak terhadap sesuatu. 

2. Beri Anak Otonomi atas Tubuhnya 

Memberi anak otonomi atas tubuhnya sendiri adalah cara lain mengajarkan consent pada anak. Orang tua dapat bertanya apakah anak mau mengenakan baju atau sepatu yang kita pilihkan untuknya. Atau memberikan anak pilihan baju apa yang ingin ia kenakan untuk acara ulang tahun temannya besok. Contoh lain, orang tua bisa bertanya terlebih dahulu saat ingin mengoleskan salep pada luka di bahu anak –”apakah kamu mau mengoleskan salep itu sendiri atau mau Ayah membantumu?”

Memberikan anak pilihan sederhana setiap hari menunjukkan pada anak bahwa mereka memiliki otonomi atas tubuhnya sendiri. Penting bagi anak untuk memahami bahwa mereka memiliki pilihan. Mereka bisa mengatakan “tidak” atau “iya”, sesuai dengan pilihan hati mereka sendiri.

3. Ajari Anak “Mendengarkan” Tubuhnya

Mengajarkan consent, berarti mengajarkan anak tentang mendengarkan tubuhnya. Apa yang terasa nyaman dan tidak nyaman bagi tubuh mereka, perlu dipahami oleh anak. Tujuannya agar anak-anak memahami ketika ada yang salah dalam tubuhnya. Kondisi ini mendorong anak untuk menyuarakan perasaannya di kemudian hari, khususnya saat mereka dewasa kelak dan mulai menjalin hubungan dengan pasangan. Hal ini juga berkaitan erat, apabila terjadi KDRT dalam hubungannya dengan pasangan kelak, mereka berani menyuarakan kondisinya.

 

4. Latih Anak Mengekspresikan Keinginan dan Kebutuhan Fisik Mereka

Orang tua bisa membantu anak mengekspresikan keinginan dan kebutuhan fisik mereka melalui bahasa serta cara yang santun. Misalnya dengan menggunakan kalimat “tidak, terima kasih, aku sedang tidak ingin dipeluk saat ini”, atau kita juga bisa mengajarkan anak hanya mengatakan “tidak”, dan itu bukan masalah.

Alih-alih hanya mengajarkan untuk menyukai sesuatu, ajarkan juga pada anak untuk mengatakan sejujurnya jika dia tidak menyukai sesuatu. Anak bisa dan boleh menolak atau mengatakan tidak jika mereka merasa tidak nyaman. Dan, apabila penolakan anak ternyata mendapat respon negatif dari lingkungan, maka ajarkan pada anak untuk meminta bantuan orang dewasa untuk keluar dari lingkungan tersebut.

Jangan lupa, latih anak untuk menghargai batasan orang lain. Khusunya jika seseorang menolak dipeluk atau disentuh anak. 

5. Ajari Anak Menangani Penolakan Fisik

Ya, bukan hanya anak yang bisa menolak namun orang lain juga bisa menolak anak kita. Inilah pentingnya belajar consent, bahwa anak juga perlu siap ditolak. Beri anak pemahaman bahwa bukan berarti saat temannya menolak dipeluk, maka ia membenci kita. Melainkan, ia juga sedang menerapkan batasan pada dirinya sendiri, sama seperti kita.

Untuk itu, latih anak mengungkapkan penghargaan dengan kata-kata, bukan hanya dengan gesture tubuh seperti memeluk atau mencium.

6. Ubah Situasi Canggung menjadi momen Belajar

Parents, pernah tidak sengaja melihat adegan yang cenderung vulgar saat menonton film bersama anak? Hal pertama yang dirasakan oleh orang tua pasti perasaan canggung. Nah, jika kita ingin mengajarkan consent pada anak, maka rubah kondisi canggung tersebut menjadi momen pembelajaran. 

Parents, bisa saja menjelaskan terkait adegan ciuman yang sedang dilihat anak dengan mengatakan bahwa mencium adalah bentuk dari perasaan sayang dan cinta seseorang. Namun, perasaan sayang dan cinta tak harus selalu diungkapkan melalui ciuman. Kamu bisa mengungkapkan rasa sayang pada teman dengan cara membantunya belajar, berbagi mainan bersama teman atau sekedar meminjamkan buku catatan sekolah. 

7. Percaya dan Dukung Anak

Terakhir, jangan ragu untuk mendukung dan percaya pada anak saat Anda mengajarkan consent. Jika anak menunjukkan gesture tidak nyaman, tanyakan pada mereka tentang perasaannya saat itu. Dan saat Anda mempercayai apa yang ia rasakan, maka inilah tahap awal komunikasi dengannya terbuka. 

Kondisi ini mengajarkan pada anak untuk mempercayai anda dan mempercayai instingnya sendiri. Sebagai imbal baliknya, dia akan mempercayai kondisi yang dirasakan oleh orang lain. 

Tanyakan padanya jika ia butuh waktu untuk sendiri. Kemudian, dorong ia untuk bercerita pada orang lain yang ia percaya setelah dia siap. Mungkin guru, sahabat, orang tua, atau anggota keluarga lain. 

Daripada melakukan “pembicaraan” dengan anak-anak Anda, pikirkan tentang mengajarkan consent sebagai dialog yang berkelanjutan — sejuta percakapan kecil dan tindakan sehari-hari yang dapat membantu mereka merasa nyaman dan aman dalam tubuh mereka sendiri, dan menghormati batasan orang lain.

Nah, ingin tau trik mengajarkan Consent pada anak? Atau, mengalami kendala saat mengajarkan consent pada anak? Yuk, tanyakan keraguan Anda pada Ahlinya melalui workshop berikut ini. Klik poster berikut untuk pendaftaran

 

Baca Juga:

  1. Duh, Anakku nonton Video Porno
  2. Ajarkan Anak Mengendalikan Diri Sendiri
Bagaimana Menurut Anda?
+1
8
+1
1
+1
0

Tag:

Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket