Pertanyaan:
Ibu Reseyca
Hallo SOP,
Saya seorang Ibu dari anak berusia 2 tahun, 9 bulan. Saya memiliki pengalaman dengan anak “tantrum” di sekolah. Anak tersebut sangat aktif dan pintar. Saking aktifnya, anak ini selalu bergerak tanpa mempertimbangkan akibat dari gerakannya tersebut, seperti menabrak teman hingga terpental.
Anak ini juga memiliki kecenderungan merasa “bahagia” saat merusak atau menghancurkan barang milik temannya atau mainan yang disusunnya. Tak hanya itu, dia juga ringan tangan dan gampang mendorong temannya hingga terluka. Ketika diambil tindakan, seperti menggunakan time out dengan memisahkan anak dari temannya untuk sementara waktu, kurang lebih seminggu belajar dan bermain ditemani satu orang dewasa, terjadi perubahan cukup baik. Akan tetapi masih bersikap kurang lebih seperti kondisi awal. Ketika kita memberitahu si anak paham kalau salah. Dia paham kalau bermain harus sayang teman, jika ada teman yang sakit diberi atau diambilin obat. Tapi setelah beberapa menit kemudian terjadi lagi nabrak teman dan masih terkesan ringan tangan.
Apakah ada alternatif lain yang lebih efektif untuk menangani anak yang seperti ini bu? Pada dasarnya, untuk logika sang anak sangat paham. Akan tetapi tidak untuk penerapan bu.
Terima kasih.
Jawaban:
Hallo Parents,
Halo Bu Reseyca semoga selalu sehat dan bahagia ya..
Untuk menanggapi kasus yang ibu ceritakan, kita perlu menelaah lebih jauh satu persatu penyebab kasusnya bu. Kita harus tahu terlebih dahulu, apa yang biasanya menyebabkan anak “tantrum” ketika di sekolah.
Apakah anak tersebut sudah cukup mampu mengkomunikasikan perasaannya secara verbal? Atau masih ada kendala dalam berkomunikasi. Karena ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal kadang membuat anak memakai cara lain untuk menyampaikan pendapatnya, salah satu cara yang kemudian menurut anak-anak mudah dilakukan dan akan berhasil adalah dengan melakukan agresi, seperti memukul, atau melukai teman, dengan maksud bisa mendapatkan perhatian dari guru maupun orang-orang disekitarnya.
Jika anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal, yang pertama perlu dilakukan adalah menanyakan kepada anak, kenapa anak melakukan hal tersebut. Jangan dulu men-judgement atau menghakimi anak, dan mengatakan kepada anak bahwa itu tidak baik dan lain sebagainya.
Namun, sebagai langkah pertama dan utama adalah kita harus mengetahui penyebab apa yang mendasari anak melakukan perbuatan tersebut. Kemungkinan anak akan menjawab sekenanya jika dilihat dari usianya, yaitu 2 tahun 9 bulan, namun setidaknya kita memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya dan menyampaikan apa yang dirasakannya.
Bantu dengan media visual seperti gambar. Jelaskan step by step atau tahapan untuk mengungkapkan pendapat atau rasa tidak nyamannya. Misalnya panggil mama/guru/teman, katakan aku mau apa, jika tidak boleh, tanyakan kenapa tidak boleh, kemudian jelaskan pada anak bahwa tidak semua hal harus bisa dia dapatkan.
Namun, orangtua juga harus konsekuensi dengan setiap tahap ini, artinya, ketika mengajarkan anak untuk mengatasi tantrum dan agresinya, orangtua harus tetap bersikap konsisten. Misalnya anak meminta sesuatu, jika itu memang tidak seharusnya dia dapatkan, maka bersikaplah tidak memberikan barang tersebut. Karena jika anak terbiasa mendapatkan apapun, maka ketika di sekolah misalnya, saat anak harus berbagi, menjadi lebih sulit, dan akan muncul perilaku-perilaku agresi seperti di atas.
Untuk mengatasi keaktifannya, perlu diberikan beberapa modifikasi perilaku. Jika memungkinkan ibu bisa mengunjungi psikolog anak, dan meminta intervensi terapi untuk mengarahkan keaktifan anak supaya lebih positif.
Demikian yang bisa kami sampaikan. Semoga menjawab pertanyaan ibu. Terimakasih.
Lusia Laras Budi Kristanti, M.Psi
Artikel terkait:
Tag: Hallo Parents
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini