” TO THE MOON AND BACK.. “

01 Februari 2018

Setiap orang tua pasti setuju bahwa mendidik anak itu tidak mudah, dan mendidik anak itu tidak ada sekolahnya. Karena itu banyak sekali tips tips dan buku-buku parenting yang bertujuan membantu para orang tua agar dapat menciptakan generasi generasi yang lebih baik dari sebelumnya.

Namun, apakah kemudian mengikuti buku-buku dan tips2 parenting tsb mudah diaplikasikan, semudah mengaplikasikan resep masakan dari majalah? Saya membayangkan andai saja ada step step dalam mendidik anak seperti pada resep, maka kita akan bisa memprediksi hasil akhirnya. Kalaupun berbeda dari yang ditulis di majalah setidaknya tidak akan terlalu menyimpang.. misalnya tidak mungkin kita mengikuti resep sapo tahu dan hasilnya menjadi soto ayam atau resep kue bolu kukus dan hasilnya menjadi pancake.
Kenyataannya, mendidik anak tidak semudah itu…setidaknya untuk saya.. huhuhuhu..

Saya tau pasti bahwa berteriak pada anak itu tidak baik. Tapi ketika saya pulang kerja selepas maghrib, dengan pikiran yang tidak stabil karena target hari itu tidak tercapai, kemudian membuka buku komunikasi anak dan ada PR… sementara anak belum mau meletakkan gadgetnya dan tidak mendengar ketika dipanggil… maka…. Hiks.. saya “terpaksa” berteriak..

Saya juga tahu bahwa ketika anak mengajak kita bermain, kita harus meluangkan waktu.. menjadi badutnya, menjadi teman sepermainannya, menjadi segalanya.. sehingga hanya ada hal menyenangkan yang tertanam dalam memori anak, yang membantunya bertumbuh menjadi pribadi yang bahagia. Namun, ketika berhari-hari tubuh saya dilanda kelelahan, tidak ada pembantu selepas pulang kerja, masih harus menyiapkan ini itu dan membereskan ini itu, saya “terpaksa” memberikan seribu satu alasan untuk menolak bermain bersamanya.. Ataupun ketika saya akhirnya meluangkan waktu bermain kartu bersamanya, kemudian dia menangis karena kalah dalam permainan, saya “terpaksa” memarahinya dan melarangnya untuk menjadi cengeng.

Dan ketika dia sudah terlelap tidur, dan saya sempat menatapnya terlelap (karena tidak jarang saya tertidur duluan).. sering saya menyesal karena saya sudah “terpaksa” melanggar hal-hal yang saya tahu tidak boleh saya lakukan padanya, namun saya seperti tak kuasa menahan respons dari tubuh saya sendiri… ampuni hamba ya Tuhan.. tidak dapat menjadi ibu yang baik..

Sampai suatu saat, sepulang kerja, anak saya menyambut saya dengan gembira “mommy, I have a surprise for you..” wow… “what’s that?” tanya saya.. kemudian dia memberi saya selembar kertas bekas kalender yang dilipat-lipat.. dan ketika saya buka, ternyata dia membuat beberapa coretan di kertas tsb. Di atas ada tulisan “I love my mommy”.. kemudian ada gambar cake, rumah, tulisan kiss, hug dan son (plus gambar anak laki-laki). Saya bertanya padanya, “apa ini maksudnya?”. Kemudian dia jawab, “kan mami suka cake, ini rumah kita, mami suka kasi aku kiss dan hug.. dan aku kan anak laki-lakinya mami…” ooohh…aku peluk dan cium dia, sambil aku bilang, “I love you, sayang… to the moon and back”…

Pada titik ini, saya menyadari, bahwa mendidik anak memang tidak seperti membuat masakan dari resep, dimana anak adalah objek dan orang tua sebagai subjek harus ekstra hati-hati meramunya.. harus pas takarannya.. kalau tidak, nanti masakan akan menjadi terlalu asin, atau malah kurang asin. Namun bagi saya, mendidik anak adalah bertumbuh bersama.

Saya bertumbuh bersama anak saya, saya bukan ibu yang super yang selalu siap sedia membuat anak saya tertawa, gembira.. saya bukan ibu yang ideal, yang tidak pernah marah, yang selalu asyik diajak bermain, yang kata-katanya selalu menyenangkan (ooh betapa saya selalu berharap menjadi ibu seperti itu).
Namun saya adalah ibu, yang sering mendapat bentakan waktu kecil (secara tidak sadar masa lalu kadang mempengaruhi kita dalam mendidik anak), saya adalah ibu bekerja yang juga pusing dengan pekerjaan, saya adalah ibu yang panik ketika mesin mobil tidak bisa menyala ketika sudah waktunya berangkat ke sekolah, saya adalah ibu yang tertidur ketika masih membacakan cerita di malam hari.. namun akhirnya, saya bersyukur bahwa anak saya melihat saya seperti apa adanya saya… dan saya juga mencintai dia seperti apa adanya dia.

Saya bilang padanya, “sekalipun mami terkadang membentak kamu, memarahi, tidak menemanimu bermain, membuatmu kecewa, sedih.. tapi yakinlah satu hal, mami mencintai mu.. to the moon and back…” dan kamipun tertawa bersama.

Saya tidak tahu, akan jadi seperti apa jika dia besar nanti.. apakah akan jadi sapo tahu atau bolu kukus..hihihii, tapi saya tahu, bahwa saya akan menjadi seorang ibu yang bahagia. Karena anak saya mengenal saya, dan mencintai saya seutuhnya… menitik air mata saya ketika dia membalas, “I love you mommy, to the Saturn and back.” senangnya.
Saturnus kan lebih jauh dari bulan ya? 

–Lusy Sutedjo
*Penulis adalah member School of Parenting

Bagi member lain yang ingin tulisannya (dalam format artikel) berupa opini, kritik maupun saran yang berkaitan dengan isu seputar parenting maupun pendidikan bisa mengirimkan kepada kami via email atau komentar.

Bagaimana Menurut Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket