Setelah menjadi dewasa, saya sering lupa bahwa ada orangtua terbaik yang mendukung saya sampai sejauh ini. Yang tersenyum manis saat saya memakai toga, yang segera menjerit saat tahu ada laki-laki yang menyakiti hati saya, atau yang diam-diam menangis saat mengantarkan saya pada suami saya. Dia adalah ayah dan ibu terbaik yang pernah saya miliki. Akan tetapi, kedewasaan seolah-olah membuat saya lupa bahwa saya memiliki mereka. Saya berpikir, saya sudah mampu mengambil keputusan saya sendiri. Saya juga tidak perlu melibatkan orangtua untuk masalah-masalah saya. Saya yakin saya bisa menyelesaikannya sendiri.
Setelah menjadi orangtua, jarak antara saya dan orangtua kian jauh. Sama seperti ibu baru lainnya, saya sering berselisih paham dengannya, terlebih masalah pola asuh. Konflik-konflik kecil selalu terjadi saat kita bertemu. Ibuku, yang selalu bawel dari saya kecil sampai sedewasa ini, semakin keras kepala. Sesekali, saya paham bahwa segala omelannya adalah untuk kebaikan saya. Akan tetapi, lebih dari itu saya masih saja merasa sakit hati ketika ia menyalahkan apa-apa yang saya kerjakan untuk buah hati saya. Saya selalu berpikir bahwa mereka tidak pernah benar-benar mendukung saya.
Sampai suatu ketika, ada buku kecil mendarat di meja kerja saya. Buku itu berjudul 36 Teh Bakti Untukmu Orangtuaku karya Melly Amaya Kiong. Ah, buku ini kecil, sangat kecil malah. Akan tetapi, kenapa bisa sebuah buku sekecil ini bisa mengubah cara pandang saya?
Buku ini berisi 36 cinta dari seorang anak untuk orangtua mereka. Cinta yang nyata, yang sering luput, bahkan yang hampir dilupakan oleh anak. Membaca buku ini membuka sudut pandang baru dalam pikiran saya. Selama ini, saya selalu membenarkan apa yang ada di dalam kepala saya tanpa mencoba memikirkan bagaimana perasaan orangtua. Melalui buku ini, saya mencoba belajar apa yang dirasakan oleh orangtua untuk hal-hal yang paling kecil, misalnya kunjungan rutin atau sekedar waktu telepon bersama mereka. Melalui buku ini, saya juga belajar bagaimana cara terbaik memperlakukan orangtua saya, juga mertua saya.
Ada satu subjudul dalam buku ini yang sempat membuat air mana saya menetes, “Mereka Selalu Bangga pada Kita, Bagaimana dengan Kita?” Ah, Ibu, Ayah. Saya masih bisa mengingat bagaimana sewaktu kecil mereka selalu antusias menceritakan saya kepada saudara atau teman-teman mereka. Saya bukan termasuk orang yang pintar, tetapi mereka selalu punya sesuatu kecil yang bisa mereka banggakan dari diri saya. Sementara saya, bahkan sampai sekarang saya tidak bisa mengungkapkan kebanggaan memiliki mereka dalam lisan. Maafkan saya, Bu, Yah.
Seharusnya, setelah saya menjadi orangtua, saya semakin mengerti bagaimana perasaan mereka. Akan tetapi, ternyata sayalah yang egois selama ini. Saya yang selalu merasa benar. Saya juga yang tidak pernah bisa mendengar dengan sabar. Ini adalah buku terbaik yang membuka hati saya.
Ini adalah buku terbaik yang harus dibaca setiap anak –terutama yang telah menjadi orangtua– tentang bagaimana seharusnya memperlakukan orangtua mereka. Sebelum terlambat, luangkanlah waktu sejenak untuk membaca buku saku dari Melly Kiong yang diterbitkan oleh Yayasan Karakter Eling Indonesia. Saya ucapkan terimakasih kepada Kepada Yayasan Emka yang telah membagikan buku kecil ini secara cuma-cuma. Sangat bermanfaat!
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini