Motivasi Bicara Pada Anak Usia Dini

11 Desember 2018

Pertanyaan:

Ibu Ema,

Hallo SOP,

Saya seorang Ibu dari anak laki-laki berusia 2,5 tahun. Anak laki-laki saya belum bisa berbicara. Saya sudah membawanya ke psikolog. Hasilnya, psikolog mengatakan bahwa anak saya kurang motivasi untuk berbicara. Pertanyaan saya, bagaimana memotivasi anak agar mau mengeluarkan suara saat diajari kosakata? Karena kadang, mulut anak saya seperti berbicara tapi tidak mengeluarkan suara, atau kadang anak saya cuma ngeliatin, terus ketawa tanpa mengikuti ajaran saya. Tapi kalau diperintah seperti ambil sesuatu, buang sampah sudah mengerti. Untuk saat ini sudah off Gadget tapi kalo untuk TV kadang masih suka nonton.

Jawaban:

Hallo Parents..

Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Bu Ema dan keluarga sehat selalu ya..

Untuk mengetahui penyebab pasti mengapa si kecil masih tidak mau bicara, sebaiknya dilakukan pengecekan secara menyeluruh. Anda bisa membawa anak ke terapis wicara, apakah ada gangguan pada bagian fungsional oral motornya atau tidak. Selain itu, cek juga ke dokter THT untuk masalah pendengarannya.

Jika semuanya baik atau tidak ada masalah apa pun, baru diperbaiki untuk masalah sensorinya. Untuk memotivasi anak agar mau berbicara, banyak-banyaklah berinteraksi dengan anak. Pola main bersama anak sangat penting, tidak hanya mengajarkan, tetapi juga bagaimana kita bisa memahami karakter anak untuk mendapatkan pendekatan yang optimal.

Mengajarkan sesuatu untuk anak usia 2,5 tahun harus dengan pola bermain, misalnya menirukan suara binatang, mobil, dan sebagainya. Cari hal-hal yang menarik bagi anak sehingga anak mau mengikuti arahan yang kita lakukan. Dengan begitu, keinginan kita agar anak mau bicara akan tercapai.

Lalu, jika pertanyaannya bagaimana cara memotivasi anak agar mau mengeluarkan suara, silahkan cek dulu pendekatan kita ke anak tersebut: apakah sudah sesuai atau belum. Cara pengajaran untuk anak usia 2,5 tahun atau anak usia dini memang harus sesuai umur anak, bukan sesuai dengan keinginan kita.

Note: Untuk memastikan kondisi anak, silahkan cari second opinion untuk psikolog lain yang memang terlibat dengan anak-anak.

Demikian jawaban dari saya ya, Bu Emar. Semoga bisa membantu.