“Mama, aku gak mau temenan sama Reta lagi ah!”
“Loh kenapa? Bukannya adek suka main sama Reta kemarin?”
“Iya Mah, tapi sekarang ndak dibolehin main sama “Bos Jenny”
“Loh, siapa sih “Bos Jenny?”
———————————————————————————-
Pernahkah mengalami situasi di atas? Situasi di atas adalah gambaran bahwa ada yang tidak beres dengan pergaulan si kecil di sekolah. Ya, “geng” memang bukan hanya dibentuk oleh orang dewasa atau remaja, namun juga bisa dibentuk oleh anak-anak usia SD bahkan TK.
Mungkin saja anak Anda sedang mengikuti kelompok “geng-geng bawang” atau “geng-geng” yang terdiri dari sekelompok anak usia dini yang menerapkan aturan tertentu di sekolah. Alasannya mengikuti “geng bawang” ini beragam, salah satunya mungkin karena Anak Anda ingin terhindar dari “bullying” geng tersebut. Akhirnya anak terpaksa ikut masuk menjadi anggota “geng bawang” tertentu di sekolah.
Sebagai orang tua seharusnya tidak menganggap remeh kondisi seperti ini. “Geng-geng” yang dibentuk sejak dini bisa jadi berkembang ke arah yang negatif dengan menerapkan aturan-aturan yang juga mengarah ke hal negatif.
Umumnya, untuk masuk ke “geng” tertentu anak tidak diijinkan oleh ketua geng berteman dengan salah satu anak lain di kelas, atau anak dituntut untuk menggunakan salah satu atribut sekolah yang sama dengan anggota lain di dalam geng tersebut.
Sebagai contoh anak diminta untuk menggunakan tas dengan warna dan model yang sama ke sekolah, anak juga diminta menggunakan sepatu sama di hari-hari tertentu, dan lain sebagainya.
Penerapan aturan tertentu, yang dibuat oleh anggota ataupun ketua “geng” mungkin dimaksudkan agar “geng” tersebut memiliki identitas diri. Artinya, baik anggota maupun ketua “geng” berpikiran bahwa mereka berbeda dengan teman-teman yang lain atau lebih jauh bahwa mereka memiliki derajat yang “lebih tinggi” daripada teman-teman lain yang tidak masuk dalam “geng” tersebut. Tentunya, Anda tidak ingin anak-anak memiliki pemikiran seperti ini, bukan?
Hal ini karena banyak sekali efek jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari pembentukan “geng-geng bawang” seperti ini. Salah satunya adalah paparan perilaku kekerasan yang bisa ditimbulkan dari pergaulan di dalam satu geng. Sebagai contoh, anak diminta untuk mendapatkan salah satu barang berharga dari teman di luar geng, seperti alat tulis baru yang dimiliki, jepit rambut lucu, bahkan bisa berkembang pada “uang” yang dimiliki oleh teman lain di luar “geng”.
Jika terus dibiarkan, perilaku seperti ini bisa jadi berkembang ke arah yang lebih negatif, seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol, atau mencuri hanya karena aturan di dalam suatu “geng” ketika dewasa kelak. Anak-anak tidak hanya melakukan hal-hal negatif tapi akan terus tumbuh dalam kelompok dengan aktivitas negatif yang terus berkembang jika dibiarkan.
Lalu, adakah faktor lain yang dapat memicu anak- anak tergabung dalam “geng-geng bawang?” Menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry setidaknya terdapat faktor lain yang memicu anak untuk tergabung dalam suatu “geng” selain untuk menghindari “bullying”. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
-
Hidup dalam Lingkungan dengan Aktivitas “Geng” Tinggi
Lingkungan memang menjadi salah satu faktor terpenting terkait pertumbuhan anak-anak. Jika anak memang hidup di lingkungan dengan aktivitas “geng” yang tinggi, maka bisa memicu anak meniru aktivitas tersebut. Termasuk jika anak tumbuh dalam keluarga yang memang seringkali membentuk “geng-geng” tertentu.
-
Kurangnya Perhatian dari Orang tua atau Orang Dewasa
Kurangnya perhatian dari orang tua atau orang dewasa di sekitarnya juga bisa memicu anak untuk ikut tergabung dalam “geng”. Anak mungkin seringkali “di-bully” dan tidak adanya pembelaan dari orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Sehingga satu-satunya cara agar anak tidak lagi “di-bully” adalah dengan bergabung menjadi anggota suatu “geng”.
-
Kurangnya Teladan Baik dari Paparan Media
Beberapa media seperti televisi yang menayangkan film-film dengan menggunakan kekerasan dalam suatu “geng” juga bisa menjadi pemicu anak-anak ingin tergabung dalam suatu “geng”.
-
Tingkat Percaya Diri yang Rendah
Kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki oleh anak kemungkinan bisa memicu anak bergabung dalam suatu “geng”. Anak-anak mungkin saja mendapatkan kepercayaan diri saat bersama dengan “geng” karena adanya “power” yang dimiliki oleh “geng” tersebut. Seperti kenyataan bahwa anggota “geng” tersebut disegani oleh anak-anak lain, maka secara tidak langsung rasa percaya diri anak pun akan tumbuh.
-
Adanya Banyak Waktu Luang yang Tidak Terstruktur
Banyaknya waktu luang yang tidak terstruktur juga bisa memicu anak tergabung dalam “geng” tertentu. Misalnya waktu luang setelah pulang sekolah, waktu luang saat hari libur. Anak-anak yang merasa bosan, biasanya ingin melakukan hal lain yang menyenangkan. Nah, jika saja ada tawaran dari salah satu anggota “geng”, bisa saja anak tertarik bergabung dengan mereka.
-
Perasaan Putus Asa dari Anak-anak
Perasaan putus asa karena masalah tertentu dalam keluarga, seperti kekerasan, perceraian, kemiskinan, bisa juga memicu anak-anak tergabung dalam “geng” tertentu. Tujuannya awalnya mungkin sebagai pelarian agar anak merasa lebih bahagia, namun bisa berefek buruk bagi perkembangan anak selanjutnya.
-
Adanya Gangguan Perilaku atau Mental
Hal lainnya yang bisa memicu anak ikut bergabung dalam “geng” tertentu adalah kenyataan bahwa anak memiliki gangguan perilaku atau gangguan mental seperti ODD (Oppositional Defiant Disorder). ODD adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh suasana hati yang mudah marah atau mudah tersinggung dan perilaku pendendam.
Nah, saat anak memiliki “dendam” dengan temannya inilah mungkin saja anak berusaha membalas temannya tersebut dengan meminta bantuan dari salah satu “geng” yang dikenalnya. Sehingga mau tidak mau anak harus bergabung dengan “geng” tersebut terlebih dahulu.
Apa yang Harus dilakukan Parents untuk Mencegah Anak Membentuk “Geng Bawang”?
Menghadapi perilaku anak yang ikut dalam keanggotaan suatu “geng” memang tidak mudah. Apalagi jika “geng” tersebut membawa pengaruh buruk bagi anak. Untuk itu Anda perlu mengetahui alasan utama anak ikut bergabung dalam suatu “geng”. Tak hanya itu, cara lain juga bisa ditempuh untuk mencegah anak tergabung dalam “geng”, misalnya:
√ Memberi Perhatian Lebih Pada Pergaulan Anak
Pastikan Anda mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anak sepulang sekolah. Anda juga boleh loh mengajak anak bercerita tentang teman-temannya di sekolah termasuk apa saja yang selalu dilakukan saat bersama dengan teman-teman. Hal ini dilakukan agar Anda tetap bisa mengontrol siapa saja yang bergaul dengan anak-anak.
√ Libatkan Anak dalam Kegiatan-Kegiatan Bermanfaat
Libatkan anak-anak dalam kegiatan yang bermanfaat, misalnya dorong anak mengikuti ekstrakurikuler di sekolah. Dengan begitu anak-anak memiliki waktu luang yang bermanfaat.
√ Ikut dalam Pertemuan Rutin Orang tua dan Anak
Sebaiknya Anda tetap menghadiri pertemuan rutin dengan orang tua murid serta anak-anak. Kesempatan ini bisa Anda gunakan untuk mengenal mereka lebih lanjut. Sehingga Anda bisa mempersiapkan tameng jika ada salah satu orang tua dan anak yang bisa berpengaruh buruk dalam perkembangan sosial anak.
Tak hanya itu, Anda bisa juga mengizinkan anak bermain dengan teman-temannya di rumah sesekali. Kesempatan ini bisa Anda gunakan untuk mengenal lebih jauh mengenai teman-teman anak Anda.
√ Jangan Izinkan Anak Menggunakan Atribut yang Mengacu Pada Identitas suatu “Geng”
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, suatu “geng” akan memilih atribut untuk identitas mereka. Untuk itu, tegaskan pada anak, bahwa Ia tidak boleh menggunakan atribut tersebut.
√ Beritahu Anak Bahayanya Membentuk “Geng”
Anak mungkin akan bertanya tentang “mengapa Ia tidak diijinkan tergabung dalam geng”? Untuk itu, jelaskan bahayanya dengan sederhana dan mudah dimengerti.
Langkah Apa yang Harus Diterapkan Pihak Sekolah?
Pembentukan “geng” atau keterlibatan anak dalam aktivitas suatu “geng” memang sering terjadi di sekolah karena sekolah adalah tempat di mana anak-anak mengenal dan memiliki banyak teman, sekaligus terpengaruh berbagai macam hal. Untuk itu, pihak sekolah harus ikut berperan aktif dalam menyikapi hal ini. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Sekolah, misalnya:
-
Merotasi atau Memindah Pasangan Duduk Anak-Anak
Dengan merotasi pasangan duduk dalam kelas, anak-anak diharapkan akan mengenal semua teman-teman dalam satu kelas tersebut. Harapannya agar anak-anak bisa bergaul baik dengan semua teman kelas dan menghindarkan anak dari perilaku nge-geng.
-
Atur Kelompok yang Berbeda-Beda untuk Tiap Tugas Sekolah
Nah, pihak sekolah atau guru juga bisa nih memilihkan anggota kelompok yang berbeda untuk tiap tugas kelompok yang berbeda. Fungsinya, agar anak mampu berteman dengan semua siswa dalam kelas dengan pergaulan yang lebih luas, sehingga tidak terbentuk geng-geng tertentu.
Misalnya saja “geng” khusus anak rajin. Pembentukan kelompok ini juga berfungsi agar anak-anak yang lebih pandai bisa membantu teman-temannya yang merasa kurang dalam pelajaran tertentu.
-
Buat Peraturan Tegas, bahwa Anak Dilarang Membawa Benda yang Tidak Ada Kaitannya dengan Pelajaran
Sebaiknya pihak sekolah harus tegas dalam penerapan aturan ini. Hal ini agar konsentrasi siswa tidak terpecah karena adanya barang atau benda yang tidak berkaitan dengan pelajaran. Barang atau benda seperti mainan, atau ponsel tentunya akan menarik perhatian tiap siswa dan bisa saja siswa lain ikut membawanya. Akhirnya akan timbul “geng” dengan barang-barang tertentu di dalam kelas.
-
Seragamkan Atribut Sekolah
Hal yang sudah dilakukan oleh sekolah di Indonesia, yang harus diapresiasi adalah menyeragamkan atribut sekolah. Hal ini memang berfungsi agar tidak ada perbedaan status sosial pada anak didik. Dengan begitu, kecenderungan untuk berperilaku “lebih” dari pada siswa lain akan menipis. Sehingga tidak ada lagi yang namanya “geng” siswa.
-
Diskusi dengan Orang Tua Siswa
Pihak sekolah juga harus sering berdiskusi dengan orang tua siswa, khususnya terkait kasus pembentukan “geng”. Anak bukan hanya harus diberi pengarahan oleh sekolah, namun juga harus diberi pemahaman dari kedua orang tua.
Pembentukan “geng” pada anak-anak memang cukup meresahkan. Apalagi jika sampai mempengaruhi perilaku anak ke hal-hal negatif. Untuk itu, baik orang tua maupun pihak sekolah harus turut berperan aktif agar “geng-geng bawang” yang dibentuk oleh siswa tidak menimbulkan efek negatif jangka panjang.
Baca juga:
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini