Bersahabat dengan Diri Kecilku

27 Maret 2023

Selama kurang lebih 30 tahun belakangan, saya hidup dengan rasa takut yang intens. Rasa takut yang tidak bisa saya telusuri asal mulanya, namun sangat melekat hingga dewasa. Rasa takut akan bahaya, kehilangan, hingga kematian.

Musim hujan serta berada di kegelapan adalah saat-saat paling triggering untuk memantik ketakutan itu. Suatu sore, saya sedang tidur bersama dengan anak-anak, lalu tiba-tiba jantung saya berdebar-debar dan tubuh saya lemas. Saya spontan bergumam, “Apa yang akan terjadi? Apakah sesuatu yang buruk? Orang akan meninggal?”

Pengalaman fisik dan sekaligus batin seperti ini, saya dapatkan pertama kali saat almarhum oma saya meninggal. Saat itu, hari sudah malam dan saya bersama mama dan adik saya menuju rumah karena kami baru saja kembali dari rumah sakit tempat almarhum oma dirawat. Di becak menuju rumah, tubuh saya lemas. Sesampainya kami di rumah, saya,adik dan mama beristirahat. Saat itu, Papa berada di rumah sakit menemani Oma.

Tidak lama sejak kami tiba di rumah, pintu rumah kami diketuk cepat oleh salah seorang tetangga kami. Kami bertiga diberitahu bahwa Oma sudah meninggal. Lalu, Mama saya berucap, “Wah, yang kamu alami di becak tadi adalah pertanda Oma mau meninggal,Nin.”

Ucapan Mama itu menubuh dalam diri dan ingatan saya dan terus dipeluk oleh batin sampai hari ini. Saya percaya akan ucapan mama saya. Kini, bertahun setelah hari itu, jika tubuh saya mengeluarkan “sinyal” seperti yang terjadi di becak berpuluh tahun lalu itu, saya ketakutan dan mengira akan ada seseorang yang akan meninggal.

Kembali ke cerita di sore hari saat saya beristirahat dengan kedua anak saya. Saya memutuskan untuk keluar kamar daripada overthinking memikirkan sinyal tadi. Tak lama, suami saya pulang. Saya kaget, karena belum waktunya dia tiba di rumah seperti biasanya. Danang, suami saya dengan wajah sayu dan di tangannya ada seplastik rujak yang dibelinya untuk saya, berkata, “Saya sakit”

Oh Tuhan! Apa yang terjadi dengan suami saya?

Bertahun setelah dilabeli bahwa saya bisa merasakan apabila seseorang akan meninggal atau mengalami sesuatu, saya berusaha memblokir segala upaya untuk tidak terjebak dalam kemalangan, seperti penyakit, hingga kematian.

Iya, saya tahu, bagaimana kita dapat lari dari kematian, padahal hidup kita ini kan memang berjalan menuju kematian? Sebagaimana daun di permukaan aliran sungai–menelusuri arus kehidupan yang kematian adalah muaranya.

Tiga hari sudah suami saya sakit. Demam masih menempel di badannya. Ada seribu macam pikiran yang menari-nari di kepala saya. “Bagaimana jika suami saya meninggal?

Apakah saya akan siap?” 

Ada juga pikiran “Bagaimana kalau nanti saya yang meninggal duluan? Dan salah satu pikiran “gila” saya adalah “Bgaimana jika saya yang terlihat sehat-sehat saja, tiba-tiba mengidap sebuah penyakit  seperti kanker?”

Baru-baru ini saya melihat sebuah akun Instagram. Saya tidak kenal orang yang memiliki akun tersebut. Namun demikian, beberapa hari belakangan, saya intens melihat story nya. Mengapa? Karena dia mengidap kanker. 

Terus kenapa? Nah, sebelumnya saya mengikuti kisah-kisahnya. Dia adalah salah satu selebgram yang saya idolakan. Dia seorang petani kota yang terlihat menjalani pola hidup sehat dengan makan sayur- sayuran, buah-buahan dari kebunnya.

Awalnya dia sakit, yaitu batuk berkepanjangan dan demam. Mata saya langsung terbelalak melihat suami saya sedang sakit demam dan sudah tiga hari tidak juga pulih. Kecemasan, ketakutan, pikiran intens saya pun kembali aktif. Ada apa dengan saya? Mengapa rasa takut di dalam, bercampur dengan peristiwa di luar. Sampai-sampai saya merasa bahwa saya tidak betul-betul hadir di saat ini.

Beberapa hari setelah suami saya sakit, giliran saya dan anak kami yang sakit. Rupanya kami mengidap COVID saat itu. Dan lagi-lagi saya sudah jauh memikirkan kemungkinan yang paling buruk.

Tapi saya perlu hadir untuk keluarga. Saya perlu merasa bahwa anak-anak saya, suami saya, dan saya sendiri dilindungi oleh Sang Kuasa. Akhirnya saya berpikir bahwa tidak ada satu kuasa pun dalam diri saya yang berhak untuk menggantikan peran Yang Maha Kuasa. Ada banyak hal yang bisa saya kendalikan, namun ternyata juga banyak yang harusnya saya pasrahkan.

Mungkin saya bukan satu-satunya yang memiliki ketakutan berlebih ini. Mungkin kamu juga mengalaminya. Jika iya, kenapa kita tidak berhenti sejenak. Kita nikmati kehadiran diri dan orang-orang tersayang di masa kini.

Penulis
Nyssa Janice
Kawan School of Parenting

Bagaimana Menurut Anda?
+1
4
+1
0
+1
0
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket