Setelah menjadi orangtua, apa yang terjadi pada ayah atau ibu tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga akan berdampak pada anak. Orangtua yang bahagia akan membentuk anak yang bahagia. Sebaliknya, orangtua yang mengalami stress dan depresi akan berdampak buruk pada psikologis anak.
Menjadi ayah atau ibu di era millenial sekarang ini rentan membuat kita depresi. Tuntutan gaya hidup yang semakin tinggi, tekanan sosial, dan banyak hal lainnya menjadikan depresi hal yang jamak ditemui di kalangan orangtua.
Bagi ibu bekerja, misalnya, mereka seringkali kekurangan waktu istirahat. Setelah menghabiskan 8 jam bekerja di kantor dengan beban kerja yang kadang di luar biasa, ibu masih harus mengurus buah hatinya, pekerjaan rumah, dan sebagainya. Akan ada satu titik di mana ia akan merasa tertekan.
Ayah pun rentan sekali terkena stress. Tak hanya masalah pekerjaan, tuntutan dari istri, ditambah lagi, sebagian besar ayah sering tidak menunjukkan perasaannya. Stress yang dipendam pun lambat laun akan meledak. Siapa korban yang paling menderita? Tentu saja anak.
Banyak ditemui, stress yang dialami oleh orangtua dilampiaskan kepada anak. Ketika perasaan tertekan dan stress datang, orangtua melupakannya dengan memarahi anak. Tidak jarang pula ditemui kasus kekerasan pada anak yang pelakunya adalah orangtua sendiri karena merasa tertekan.
Sedangkan dijumpai di kasus lain,karena tidak ingin emosinya meledak di depan anak, orangtua malah mengabaikan anak atau mendiamkannya. Kedua sikap seperti ini sama-sama berdampak negatif pada psikologis anak.
Depresi yang dialami oleh orangtua pada 16 tahun pertama kehidupan anak berdampak negatif pada kehidupan anak. Mereka akan kesulitan belajar, mempunyai masalah perilaku, bahkan rentan mengalami masalah kesehatan jiwa.
Dilansir dari health.com. satu penelitian terhadap 244 remaja yang sebelumnya mengalami depresi menemukan bahwa mereka yang ibunya memiliki riwayat depresi berat lebih mungkin mengalami kekambuhan depresi antara usia 19 dan 24, dan memiliki episode depresi yang lebih sering dan berat.
Ibu yang depresi lebih memiliki dampak pada kesehatan mental remaja daripada ayah yang depresi, menurut penelitian tahun 2005 oleh para peneliti di Oregon Research Institute di Eugene, Ore., Meskipun anak-anak dari ayah yang depresi ditemukan lebih cenderung untuk mempertimbangkan dan mencoba bunuh diri.
Meskipun terdengar buruk dan suram, orang tua yang depresi dan keluarga mereka harus tahu bahwa ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko anak-anak menjadi depresi.
Michelle Sherman, PhD, seorang profesor psikologi klinis di Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Oklahoma menyatakan, “Sekalipun hanya ada satu orang dewasa yang siap dan bersedia membantu mendukung anak, namun satu orang ini dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan anak ketika orangtuanya mengalami depresi.”. Dukungan emosional tambahan dapat datang dari kerabat lain seperti bibi atau paman, atau dari anggota sekolah,organisasi masyarakat, dll.
Kakek-nenek juga bisa meredam efek negatif dari depresi yang dialami orangtua. Kontak yang sering antara seorang anak dengan kakek-neneknya, terutama jika hubungan itu dekat dan hangat, mengurangi kemungkinan anak mengalami depresi di kemudian hari. Menurut penelitian Kate Fogarty, asisten profesor perkembangan anak di University of Florida. Penting bagi anak-anak untuk memiliki orang dewasa yang kuat serta konsisten dalam hidupnya.Fogarty menekankan, “Orang itu bisa berada di dalam keluarga atau di luar keluarga. Jenis hubungan ini dapat meningkatkan ketahanan – atau dengan kata lain, anak akan cenderung tidak mengalami efek negatif,” .
Kate Fogarty menambahkan, seorang pengasuh yang menenangkan dapat menyediakan lingkungan terstruktur, tetapi di mana seorang anak juga dapat merasa bebas untuk mengekspresikan emosi.
Orang yang menjadi pengasuh itu bisa menjaga dialog dengan anak-anak, menjaga jalur komunikasi tetap terbuka. Ia juga bisa menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan anak-anak. Seorang anak juga membutuhkan pengasuh yang dapat mendeteksi keadaan emosi mereka.
“Jika seorang anak pulang setelah hari yang buruk dan terlihat kesal, orangtua yang depresi mungkin luput untuk membantu mereka melalui proses itu,” kata Fogarty.
Menjadi orangtua memang tidak mudah. Selain harus mampu menghadapi berbagai tekanan dan menghindari depresi, kitapun juga harus mampu menghindarkan anak dari hal yang sama. Maka sangat disarankan, agar orangtua yang merasa stress dan tidak mampu mengontrol emosinya untuk tidak ragu mencari bantuan dari profesional seperti psikolog atau psikiater.
Mari ingat, bahwa kesehatan mental anak juga ada di tangan kita.
Baca juga:
- Cabin Fever Tidak Akan Menyerang, Ini Syaratnya!
- High Functioning Depression: Depresi yang Sulit Dideteksi, Mungkin Anda juga Mengalami
- Kecemasan & Serangan Panik itu Sama?
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini