Sekitar 20-30 tahun yang lalu, saat kita masih duduk di bangku sekolah dasar, guru merupakan pusat dunia para siswa. Ya, sampai pada saat itu, kita menganggap bahwa Bapak Ibu Guru adalah pusat segala informasi dan satu-satunya sosok yang serba tahu dan paling tahu tentang hampir semua ilmu yang sedang dipelajari. Tak ada yang salah dengan kondisi tersebut karena memang begitulah kita dididik pada zaman dulu!
Tapi, waktu terus berjalan, zaman terus berubah. Bahkan rambut kita yang dulu hitam legam, sekarang sehelai-demi sehelai sudah mulai memutih. Sama halnya dengan proses pembelajaran yang juga telah mengalami banyak sekali perubahan. Jika pembelajaran zaman dulu berpusat pada guru (teacher centered), tidak dengan sekarang!
Bagaimana Anak-Anak Sekarang Belajar?
“Kok PR kamu sulit sekali sih dipahami? Kalimatnya pun tidak mudah dimengerti, tidak seperti zaman Ayah dulu!”
Rasanya, banyak sekali dari kita yang mengeluhkan hal yang sama, yaitu mengeluh bahwa PR dan pelajaran anak itu sulit-sulit. Atau mengeluh bahwa materi yang diajarkan guru sangat rumit. Kita pun bertanya dalam hati, “Sebenarnya, bagaimana sih anak-anak sekarang seharusnya belajar?”
Merujuk pada kurikulum 2013, pembelajaran diharapkan berpusat pada siswa (student centered). Artinya, berpusat pada kemampuan kreatif dan berpikir kritis para siswa. Guru pun diharapkan lebih inovatif dan kreatif dalam menyajikan materi pelajaran.
Kurikulum 2013 sendiri merupakan kurikulum yang merujuk pada taksonomi Bloom yang telah mengalami revisi oleh Anderson dan dimulai dari:
- Mengetahui
- Memahami
- Menerapkan
- Menganalisa
- Mengevaluasi
- Mencipta
HOTS, Mendorong Siswa Menjadi Pusat
Sekarang kita telah mengetahui bahwa seharusnya anak-anak tidak lagi menjadikan guru sebagai satu-satunya pusat informasi. Maka wajar rasanya jika anak-anak diminta untuk menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala informasi (student centered). Artinya, anak-anak dituntut lebih kreatif dan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana anak-anak mampu memiliki kemampuan tersebut? Atau adakah ‘alat pacu’ yang mampu mendorong anak-anak memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan menjadi (student centered)?
Adalah HOTS (Higher Order of Thinking Skill), yang digadang-gadang mampu mendorong siswa sebagai (student centered). HOTS, merupakan kemampuan tingkat berpikir yang tidak hanya berdasar pada kemampuan mengingat, namun juga kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
Bagaimana HOTS Diterapkan?
Penerapan HOTS pada proses pembelajaran siswa memang tidak mudah. Guru, ditantang untuk menguasai materi dan strategi pembelajaran serta menguasai tantangan di lingkungan siswa yang diajarnya.
Beberapa karakteristik HOTS yang perlu dipahami oleh guru, yaitu:
-
-
- Berfokus pada pertanyaan
- Menganalisa / menilai argumen dan data
- Mendefinisikan konsep
- Menentukan kesimpulan
- Menggunakan analisis logis
- Memproses dan menerapkan informasi
- Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah
-
Soal-soal HOTS yang disusun oleh guru, merupakan soal yang sistematis dan merangsang siswa untuk menjawab pertanyaan dengan baik. Artinya, siswa tak hanya asal memilih jawaban dari pilihan ganda, namun siswa benar-benar mendalami materi yang disampaikan melalui soal yang dikerjakan.
HOTS, Memicu Siswa dan Guru untuk Sama-Sama Belajar!
Siapa bilang hanya siswa yang belajar mengerjakan soal HOTS? Guru pun dipacu untuk sama-sama belajar menyusun soal HOTS sehingga tujuan untuk menjadikan siswa berpikir kritis tercapai. Seminar-seminar ilmiah, diklat, workshop rasanya perlu rajin diikuti oleh para guru sebagai sarana mengembangkan diri dalam menyusun soal-soal HOTS tersebut.
Baca Juga:
Tag: pembelajaran HOTS
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini