“Nak, ayo mandi. Nanti mama belikan es krim.”
“Ayo bereskan mainannya. Nanti Bunda ajak main ke mall.”
Sebagai orangtua, Anda mungkin sudah tidak asing lagi dengan kalimat-kalimat di atas. Selalu ada situasi yang seolah-olah mengharuskan Anda untuk mengucapkan kalimat tersebut, terutama ketika anak tidak lekas melakukan apa yang Anda perintahkan. Dengan memberikan iming-iming, anak-anak akan lebih mudah menuruti apa yang Anda perintahkan. Dengan begitu, Anda mungkin menganggap bahwa tindakan ini efektif.
Namun, apakah cara ini benar-benar efektif?
Tanpa disadari, memberikan imbalan atau hadiah dengan maksud menyuruh anak untuk melakukan kewajibannya tidak sepenuhnya membawa dampak positif. Di satu sisi, dengan iming-iming hadiah, anak mungkin akan langsung tergerak melakukan sesuatu. Di sisi yang lain, tindakan memberikan imbalan seperti ini sama seperti menyuap anak. Jika hal ini terus dilakukan, anak-anak akan tumbuh menjadi sosok yang mudah disuap.
Sekilas, “sogokan” dan hadiah terlihat tak beda jauh. Keduanya adalah imbalan karena anak telah melakukan sesuatu. Akan tetapi, yang membedakannya adalah cara memberikan imbalan tersebut. Hadiah diberikan ketika anak berhasil memperoleh sesuatu yang positif. Sementara “sogokan” diberikan ketika anak tidak mau melakukan kewajibannya. Tentu saja sogokan punya dampak negatif yang tidak baik untuk masa depan anak.
Dampak negatif memberikan “sogokan” kepada anak adalah ia akan merasa terbiasa. Anak-anak akan merasa bahwa ia bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan apabila tidak melakukan kewajibannya. Misalnya, anak sengaja tidak mau mandi agar orangtua membelikannya es krim atau anak sengaja tidak mau membereskan mainan supaya diajak orangtuanya ke Time Zone. Kebiasaan buruk ini jika dilakukan terus menerus akan membuat orangtua dikontrol oleh anak. Anak tahu bagaimana bertingkah agar orangtuanya menawarkan hadiah.
Lalu, dampak negatif jangka panjangnya adalah anak bisa tumbuh menjadi sosok yang manipulatif. Mereka tahu bagaimana mengambil keuntungan dari orang lain. Mereka juga akan sangat mudah disuap untuk melakukan suatu hal.
Jika dilihat dari efeknya, di sini jelas tindakan suap pada anak lebih banyak menimbulkan efek negatif daripada efek positifnya.
Sementara itu, hadiah memang lebih banyak memberikan dampak positif daripada dampak negatif. Hadiah bisa memicu anak untuk mencapai suatu titik positif tertentu. Hadiah juga memberikan pelajaran bagaimana anak harus bekerja keras demi mencapai tujuan tertentu.
Di sisi lain, segala sesuatu pasti ada dampak positif dan negatifnya. Terlalu sering memberikan hadiah juga berdampak buruk pada anak. Anak-anak yang sering diberikan hadiah akan kehilangan motivasi dalam jangka panjang. Hadiah juga bisa mengajari si kecil untuk hanya mau melakukan sesuatu ketika ada imbalannya.
Supaya hadiah tidak menjadikan si kecil mempunyai sifat pamrih, Anda bisa melakukan beberapa hal berikut ini.
- Beri tahu si kecil alasan mengapa Anda memberi mereka hadiah. Tujuan hal ini adalah agar anak mengerti bahwa hal yang dilakukannya adalah hal baik dan bisa diteruskan.
- Sebisa mungkin hindari memberikan hadiah untuk hal-hal yang memang sudah semestinya mereka kerjakan dan menjadi tanggung jawabnya. Cukup beri pujian jika anak berhasil menunaikan tanggung jawabnya. Jangan berlebihan dengan memberikannya hadiah.
- Sesuaikan hadiah dengan perjuangan dan juga usahanya. Sesekali, orangtua boleh memberikan hadiah sebagai kejutan atas prestasi yang telah anak raih. Hal ini bisa membuat si kecil semakin terpacu mencapai sesuatu dan berjuang keras.
- Biasakan berikan hadiah di akhir untuk menunjukkan penghargaan bahwa ia telah berhasil menyelesaikan sesuatu dengan baik. Iming-iming hadiah di awal sama saja dengan “menyogok”.
- Orangtua harus memberikan contoh sehari-hari dengan melakukan suatu hal tanpa pamrih. Orangtua juga disarankan untuk tetap konsisten memberikan anak hadiah jika mereka berhasil melakukan tugas baru. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah jangan memberikan hadiah ketika anak mengerjakan tugas yang memang sudah jadi kewajibannya.
Tidak ada orangtua yang dengan sengaja mendidik anak untuk menjadi manipulatif atau mudah disuap. Kesalahan-kesalahan kecil yang sudah dilakukan turun temurun inilah yang harus kita perbaiki dari sekarang. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda.
Baca juga:
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini