Pernahkah para ibu (atau para ayah bisa juga) mengalami satu kejadian seperti ini:
Saat anak sedang berkumpul bersama teman sebayanya, lalu ada orang tua yang bilang
” Anaknya umur berapa? Kok ngomongnya masih belum jelas?”
atau percakapan seperti ini;
” Sekolahnya dimana? Biasanya anak TK sudah diajari baca huruf , lho! Anak saya aja barusan ikut lomba spelling-bee. ”
Atau yang lain lagi,
“Babynya susu ASI atau formula? Kalau susu formula itu biasanya..bla..bla..bla..”
“Kok pakai pampers sih, bisa bikin alergi lho.. ganti ini aja..bla..bla..bla..”
Itu adalah beberapa contoh ‘peer pressure’ di dunia orang tua, khususnya ibu-ibu.
Banyak yang mengira peer-pressure mencapai puncaknya saat fase remaja, tetapi rupanya tidak. Nyatanya, sampai kita menjadi orangtua, tekanan teman akan selalu ada, bisa jadi malah lebih besar karena kali ini kita punya anak, jadi tekanan tidak hanya berefek ke kita namun juga anak.
Padahal, bila kita ingin anak-anak kita bisa punya prinsip dan percaya diri menghadapi peer pressure yang cukup besar dalam masa remaja mereka, maka setidaknya kita harus memberikan contoh saat kita sendiri menghadapinya.
Peer Pressure adalah suatu momen yang mana proses pengambilan keputusan seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Dengan kata lain, keputusan yang diambil orangtua bukan murni karena keinginan orangtua sendiri. Dalam hal ini, Peer Pressure sebenarnya tidak selalu negatif. Tekanan dari orang lain ini bisa mempunyai efek positif apabila digunakan untuk memotivasi seseorang agar mau berkontribusi dalam kegiatan sosial tertentu.
Sayangnya, sebagian besar Peer Pressure cenderung negatif. Apabila orangtua tidak bisa menghadapi hal ini, akibatnya adalah orangtua merasa tertekan terhadap keadaan tertentu. Lalu, bagaimana cara menghadapi Peer Pressure di dunia Ibu-Ibu ?
1. Jadilah Diri Sendiri
Sebagai salah satu bagian dari kehidupan sosial, rasanya susah sekali mengabaikan apa yang orang-orang katakan pada kita. Ketika ingin mengambil suatu keputusan, tanpa sadar kita pun mempertimbangkan apa yang mereka katakan. Ini menjadi tekanan tersendiri untuk kita, apalagi setelah kita memiliki keluarga dan kehidupan sendiri.
Untuk meminimalisasi tekanan dari lingkungan atas hidup kita, jadilah diri sendiri. Apa pun yang orang lain katakan, sebenarnya kitalah yang tahu baik buruknya. Jadilah diri sendiri dan percaya pada keputusan sendiri.
2. Diskusi dengan Suami
Salah satu orang penting yang harus Anda dengar pendapatnya adalah suami. Jangan menganggap enteng segala sesuatu. Peer Pressure akan menjadi suatu masalah yang besar apabila tidak segera ditangani dengan baik. Ajaklah suami untuk berdiskusi tentang segala sesuatu yang harus diputuskan berdua.
3. Bersikap Terbuka
Supaya Anda tidak terlalu tertekan menghadapi peer pressure, bersikaplah terbuka. Jika tekanan semakin dalam, jangan ragu untuk meminta saran dari suami atau anggota keluarga lain. Jangan sampai Anda gegabah dalam mengambil keputusan.
4. Bersikap Tegas
Dalam menghadapi peer pressure, Anda harus bersikap tegas. Meski saran yang diberikan teman berdampak positif, Anda tetap harus dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mudah terpengaruh. Tegas dalam mengambil keputusan bisa mencegah adanya penyesalan yang mungkin timbul.
5. Segarkan Pikiran dengan Berlibur
Berliburlah jika memang terasa sangat tertekan dan stress. Di dunia yang penuh dengan tekanan seperti ini, setiap orang layak untuk pergi berlibur. Berlibur juga menjadi salah satu cara menghargai diri sendiri. Pergilah ke tempat-tempat yang bisa membuat hati Anda tenang.
Parents, Berliburlah karena Stress itu Mahal!
6. Jadi Berani
Ketika menerima nasihat dan kritik dari orang lain, Anda disarankan untuk menyaring saran dengan keyakinan pribadi. Jangan merasa bersalah jika Anda memutuskan untuk tidak melakukan apa yang orang lain lakukan. Tidak apa-apa bagi Anda untuk bertahan dengan naluri dan perasaan sendiri. Andalah yang dapat memahami keputusan yang mereka buat untuk anak-anak mereka.
7. Jangan Berdebat
Cobalah untuk tidak terlibat dalam debat dengan orang tua lain. Hargai pilihan mereka dan sadari bahwa tidak masalah untuk memiliki perbedaan pendapat. Ingatlah bahwa setiap keluarga berbeda. Apa yang berhasil untuk satu keluarga mungkin tidak berhasil untuk yang lain dan itu tidak masalah.
Orangtua harus merasa nyaman tentang pilihan dan keputusan mereka dalam mengasuh anak. Sementara bisa menjadi sangat mudah untuk terjebak dengan apa yang orang tua lain lakukan, atau bagaimana pandangan serta komentar dari lingkungan tentang bagaimana orang tua harus membesarkan anak-anak mereka.
8. Perbanyak Family Time
Menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga sangat penting. Diskusikan nilai-nilai keluarga yang Anda yakini. Bantu anak-anak dan terutama yang beranjak remaja untuk mengeksplorasi mengapa mereka membuat pilihan tertentu. Dari sini anak-anak akan berlajar untuk mengandalkan dukungan dari keluarga saat mereka menghadapi tekanan.
9. Istirahat
Jika belum ada kesempatan untuk berlibur, setidaknya beristirahatlah. Istirahat dapat menyeimbangkan emosi Anda dalam menghadapi tekanan sehari-hari. Tidur juga menjadi cara untuk mengembalikan tenaga.
Percaya atau tidak, tidur siang selama 15 hingga 30 menit saja bisa mencegah kelelahan fisik dan pikiran. Pastikan juga tidur malam Anda berkualitas.
Ada kalanya teman menjadi seseorang yang dapat dipercaya dan dimintai pendapat. Akan tetapi, porsinya tidak boleh berlebihan. Anda juga berhak mengambil keputusan sesuai dengan apa yang Anda inginkan.
Menghadapi Peer Pressure membutuhkan tenaga dan kepercayaan diri yang tinggi. Agar semuanya lebih mudah, jagalah komunikasi yang baik dengan suami dan anak-anak.
Di antara banyaknya tekanan publik yang pernah Anda rasakan, manakah yang paling tidak bisa terlupa menurut Anda? Yuk share di kolom komentar.
Artikel menarik lainnya:
- Apakah satu anak saja cukup?
- Masih Dilema tentang Ibu Bekerja?
- Cara Mendamaikan Kakak Adik yang Bertengkar
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini