Si Pembawa Pesan itu Bernama Trigger

06 Oktober 2022

Istilah trigger  (pemicu) sebelumnya kita kenal hanya muncul di situasi-situasi tertentu. Misalnya, di situasi medis: seperti pemicu alergi, pemicu penyakit tertentu atau di situasi kekacauan: seperti pemicu kerusuhan, pemicu kebakaran pasar dan situasi-situasi lainnya yang akibatnya terlihat jelas.

Namun akhir-akhir ini, istilah trigger juga muncul di dalam rumah dan di antara pertengkaran suami-istri, seperti “Nada suaramu itu men-trigger aku buat marah deh!!”

Menurut sebuah artikel di psychcentral.com, ada perbedaan antara perasaan tidak nyaman atau tersinggung (offended) dan emosi yang terpicu karena ada pengalaman traumatis terkait peristiwa tertentu (triggered).

Emosi yang terpicu (triggered) seringkali memunculkan reaksi yang lebih intens. Seperti: melihat nilai jelek anak di sekolah bersamaan dengan anak sedang asik main handphone, lalu reaksinya menjadi spontan marah meledak-ledak sambil berteriak dan merebut paksa handphone di tangan anak. Atau ketika seseorang berkomentar tentang bentuk tubuh, lalu reaksinya menjadi sangat sedih dan malu hingga cemas setiap memilih pakaian yang akan dikenakan.

Sebelum belajar mengenal diri, saya tidak pernah sadar dengan hal-hal yang membuat saya triggered. Saya terpaksa menerima ketika dilabel sebagai si ‘baper’ atau si over-sensitive, meski dalam hati saya gak suka disebut seperti itu dan ingin sekali bisa menjadi orang yang lebih ‘cuek’. Sering saya dapat nasihat:
“Jadi orang jangan suka baper lah. Apa-apa dimasukin hati, capek sendiri, tau!”
“Gitu aja marah, gitu aja sedih… Ngapain sih ga bisa santai?”

Nasihat-nasihat itu semakin membuat saya merasa diri ini buruk sekali…
Mengapa ya, saya selalu begini?

Setelah saya melakukan perjalanan untuk mengenal diri lebih dalam, saya belajar bahwa semua reaksi berlebihan saya terhadap banyak peristiwa itu wajar dalam konteks hidup saya sendiri.
Saya bereaksi berlebih karena saya terpicu. Dan saya terpicu karena sebuah peristiwa, sebuah perkataan atau sebuah perlakuan mengaktifasi luka-luka dari masa lalu saya.

Menurut Sian Crossley, Psikoterapis di breakthecycle_coaching, seseorang dapat terpicu karena:

Merasa tidak dimengerti.
Merasa diabaikan.
Merasa tidak berdaya.
Merasa tidak didengarkan.
Merasa tidak mendapat dukungan.

Perasaan-perasaan tersebut sebenarnya bersifat universal. Semua orang pernah merasakannya. Tapi akan terasa lebih menyakitkan bila semua perasaan itu membangkitkan memori masa kecil kita. Masa dimana kita sangat membutuhkan rasa dimengerti, ditemani, diyakinkan, didengarkan dan didukung, namun kita tidak mendapatkan semua itu.

Dalam kasus saya, saya akan spontan marah-marah ketika saya tidak didengarkan. Saya akan merasa terpuruk ketika saya gagal. Saya akan tetiba sakit kepala ketika seseorang ingkar janji. Saya akan merasa sangat hancur ketika tidak mendapatkan dukungan dari teman-teman.

Setelah berproses, sekarang saya dapat berterimakasih kepada si trigger. Karena ternyata dia membawa pesan-pesan khusus untuk saya. Pesan bahwa ternyata definisi pribadi saya bukanlah orang yang baper. Tapi saya menjadi baper karena saya punya luka yang belum sembuh. Si trigger membawa pesan bahwa saya masih punya kekuatan untuk berubah menjadi pribadi yang saya inginkan, pribadi yang – bukan cuek – tapi lebih kepada tidak mudah terpicu. Saya lebih dari mampu untuk memilih.
Dan saya memilih untuk pulih.

Menyadari bahwa ada pesan khusus dari si trigger adalah tahap menyadari bahwa there’s something wrong in me. Tapi membuat si trigger tidak lagi mendefinisikan siapa saya butuh proses yang cukup panjang. Banyak tools di School of Parenting maupun Asuh Diri yang telah membantu saya dalam berproses. Namun, setiap orang punya preferensi dan kenyamanan masing-masing dalam menggunakan masing-masing tools untuk membantu proses menjadi pulih.

Silakan memilih untuk diri sendiri dan demi orang-orang terkasih.

Ditulis oleh Lusy Sutedjo

(Penulis Buku Re-Parenting Journey)

Temukan sesi inner work di Asuh Diri asuhdiri.com

Bagaimana Menurut Anda?
+1
21
+1
6
+1
1
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket