Melatih Tanggung Jawab Anak Agar Tak Terlihat seperti “Omelan”

Banyak orang tua yang menghabiskan energi tiap hari untuk selalu mengingatkan anak tentang pentingnya tanggung jawab dan bagaimana melatih anak untuk bertanggung jawab. Namun demikian, usaha ini sering tidak berhasil. Anak-anak akan tetap tidak membersihkan kamar, tetap meletakkan piring kotor di sembarang tempat, dan tetap tidak membersihkan mainan. 

Bagi anak-anak, mengingatkan mereka untuk bertanggung jawab terdengar seperti omelan — dan jika kondisi ini terjadi terus menerus, maka pola asuh Anda kurang efektif. 

Menceramahi anak terus menerus justru akan menghalangi kemampuannya untuk terpisah secara emosional dari orang tua. Sebab, anak hanya akan melakukan sesuatu yang Anda perintahkan, sebagai reaksi dari ceramah yang diberikan — dan ini bukanlah tanggung jawab, melainkan “keterpaksaan semata”. 

Jika digambarkan secara sederhana, orang tua seringkali terjun ke “kotak kehidupan” anak dan memberitahu mereka apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana bertindak. Jika terus begini, bagaimana anak bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri?    

Nah, alih-alih terus berada dalam “kotak” anak, berusahalah untuk berada dalam “kotak” Anda sendiri, pertahankan batasan, dan cobalah untuk bertanggung jawab atas tindakan diri sendiri, bukan anak Anda. Tindakan Anda seharusnya berfokus pada aturan yang telah Anda buat sebelumnya, untuk kemudian Anda bisa meminta pertanggungjawaban anak dengan konsekuensi yang efektif jika anak tidak mematuhi aturan. 

Kuncinya adalah Anda bertanggung jawab atas apa yang akan dan tidak akan Anda lakukan dalam pola asuh dan membiarkan anak mengatasi konsekuensinya sendiri. Tidak ada ceramah, tidak ada kritik, atau personalisasi. Berusahalah untuk menghormati kemampuannya membuat pilihan.

Berikut beberapa langkah yang bisa membantu Anda melatih tanggung jawab anak agar tidak terlihat seperti omelan. 

1. Beri Jeda Menceramahi Anak

Saat Anda khawatir anak tidak bertanggung jawab, alih-alih terus menceramahi-nya, ambil jeda sejenak. Waktu jeda ini adalah momen penting bagi pola asuh Anda pada anak. Pada momen ini, Anda bisa menentukan ingin merespon secara spontan atau merespon dengan lebih mindful. 

Respon secara spontan seringkali menenangkan orang tua secara sesaat, namun cenderung berubah menjadi omelan saat Anda mulai terpancing emosi melihat tanggapan anak. Berbeda dengan merespon dengan lebih mindful. Dengan berhenti sejenak dan melihat gambaran yang lebih besar, Anda bisa mengambil pilihan lebih baik. 

Sebagai contoh, saat anak tidak membersihkan kamar, padahal sudah Anda ingatkan sebelumnya. Saat itu, lihatlah situasi yang dialami anak, mungkin saja anak sedang sibuk menyelesaikan tugas dari sekolah yang harus dikumpulkan segera, atau jadwal kelas online anak yang padat sehingga membuatnya tidak sempat membersihkan kamar. Melihat situasi ini, sebagai orang tua, seharusnya bisa lebih memakluminya. Anda mungkin bisa  meminta anak membersihkan kamar setelah ia menyelesaikan semua aktivitasnya. 

2. Fokus pada Diri Sendiri, Bukan Anak Anda. 

Sering-seringlah bertanya pada diri sendiri sebagai orang tua, beberapa pertanyaan berikut:

  • Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, apa yang perlu saya lakukan?
  • Pilihan mana yang seharusnya saya pilih?
  • Apakah saya mampu hidup dengan melihat kemungkinan dari konsekuensi tersebut?

Misalnya saja, liburan sekolah tiba dan anak memiliki banyak tugas. Sejak awal, Anda sudah mengingatkan anak untuk menyelesaikannya, namun anak terus saja bermain. Tiba akhirnya hari terakhir liburan, ia mulai kebingungan dan tergesa-gesa menyelesaikan tugas sekolah. Akhirnya, Anda menjadi emosi — dan sayangnya semakin Anda marah, semakin anak menjauh dan tak menunjukkan rasa bersalah. 

Apa yang perlu dilakukan? Pertama, tanyakan pada diri Anda pertanyaan berikut:

  • Apakah pola asuh saya berkontribusi pada sikap anak yang tidak bertanggung jawab?
  • Apakah saya terlalu cerewet? 
  • Apakah anak terlalu bertumpu pada saya?

Anda mungkin terlalu mendikte anak melakukan apapun, sehingga menghalangi anak untuk mendengar pendapatnya sendiri. Akhirnya, alih-alih belajar bertanggung jawab, ia hanya belajar berfungsi sebagai reaksi dari orang tua. 

3. Tanyakan pada Diri Sendiri : Apa yang Dibutuhkan Anak dari Saya?

Pahami bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti ADHD atau ketidakmampuan belajar lainnya mungkin memerlukan jenis bimbingan yang berbeda dari orang tua. Anak-anak ini mungkin sering lupa PR di sekolah atau lalai menyerahkannya, meski sudah selesai.

Jika Anda sedang mengalami situasi ini, tugas Anda adalah membantu anak membuat struktur untuk dirinya sendiri. Anda mungkin harus lebih terlibat dan lebih sering memeriksa.

Selain itu, jangan bertanya secara umum, “Apa yang dibutuhkan anak saya?” Sebaliknya, tanyakan hal lebih spesifik. Misalnya, “Apa yang dibutuhkan anak ini?” Lalu tentukan mana yang merupakan tanggung jawab Anda dan mana yang tidak.

Mungkin Anda harus membantu anak merancang bagan untuk melacak apa yang harus dia lakukan. Tetapi dia kemudian harus bertanggung jawab untuk memberi tanda centang ketika mereka telah menyelesaikan tanggung jawabnya.

4. Pahami saat Anda Berada dalam Kotak Kehidupan Anak

Seringkali kita tidak selalu menyadari telah melewati batas. Biasanya saat kita masuk ke kotak kehidupan anak, akan muncul tanda seperti frustasi dan kelelahan. Dan, saat kita berada pada kotak sendiri, perasaan tenang mulai akan muncul.  

Untuk itu, ketahui pemicunya yang menyebabkan Anda melompat dari kotak Anda ke kotak kehidupan anak. Cobalah untuk meningkatkan kesadaran Anda tentang diri Anda sendiri.

Kebanyakan dari kita mengira kita sedang mengajari anak-anak tanggung jawab. Pada kenyataannya, kami berceramah, bukan mengajar. Hal ini hanya menciptakan lebih banyak ketergantungan — dan ketergantungan dalam hubungan tidak mendorong anak-anak untuk bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.

Jika Anda dapat melakukan beberapa tahapan tersebut di atas, maka Anda akan menciptakan keterpisahan emosional yang sehat antara Anda dan anak. Mengapa keterpisahan emosional penting? Semakin Anda terpisah secara emosional, semakin bebas anak Anda untuk melihat dirinya sendiri dengan lebih jelas. Anda tidak lagi berada di dalam kotaknya atau di kepalanya, memberi tahu dia apa yang harus dilakukan sepanjang waktu, yang memberinya kesempatan untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

 

Baca Juga:

  1. 7 Hal yang Perlu Diajarkan Ibu pada Anak Perempuannya
  2.  Mendisiplinkan Anak Sensitif, Sulit?
Bagaimana Menurut Anda?
+1
7
+1
1
+1
0
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket