Bayangkan Anda seorang anak kecil yang memilih pakaian apa yang akan dikenakan. Lalu setelah berpakaian, Anda menunjukkan ke seseorang dan orang itu berkata, “Sepertinya celanamu kurang cocok dengan kaos ini.” Tapi Anda mendengarnya seperti ini ,
“Kamu nggak mampu memilih bajumu sendiri.”
Tidak ada yang suka dikritik, mungkin karena kritik kerap dianggap sebagai “ekspresi ketidaksetujuan” dan “menunjukkan kalau ada yang salah.”
Tetapi kita tahu, anak-anak belajar lewat membuat kesalahan (demikian juga dengan orang dewasa). Dan kritik yang keras tentu bisa malah berbalik sebagai hal yang tidak efektif dan berimbas negatif.
Namun apakah berarti anak kita tidak boleh dikritik?
Kritik memang bukan hal yang mudah untuk diterima, terutama ketika hal itu tidak diajarkan sejak dini.
Frances Stott, seorang profesor di Institut Erikson, sebuah sekolah pascasarjana yang terkenal secara nasional dalam perkembangan anak mengatakan “Saya semakin memperhatikan ketika kami mendapatkan siswa dari generasi milenium, mereka mengalami kesulitan saat tidak mendapatkan nilai yang diinginkan dan enggan membaca komentar kritis. Mereka hanya mau nilai A.”
Profesor Stott mengaitkan fenomena ini dengan dua cara bagaimana anak-anak dibesarkan. Banyak orang tua yang sangat fokus pada anak dan membesarkan anak-anak yang merasa diri mereka sangat istimewa dan tak terbiasa dengan kritik.
Sementara ada anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga yang mengkritik dengan keras, hingga anak merasa tak dihargai dan ditolak. Anak-anak tipe ini pun juga kesulitan menerima kritik.
Efek kritik kepada anak
Kritik yang terlalu keras atau terlalu sering akan menghancurkan harga diri dan kepercayaan diri anak. Terutama untuk anak-anak usia dini yang masih belajar banyak hal dan bereksplorasi. Mereka mulai meragukan kemampuannya sendiri, dan bisa saja menolak untuk mencoba hal-hal baru. Anak juga akan cenderung pasif karena takut melakukan kesalahan dan mendapat kritik lagi.
Sedangkan, bagi anak-anak usia sekolah dan remaja yang masih belajar mengelola emosinya, kritikan bisa sangat menyakitkan. Remaja yang masih dalam tahap menyesuaikan diri, dihormati dan diperlakukan seperti orang dewasa, kritikan yang disampaikan dengan kata-kata ataupun nada yang keras akan membuat mereka merasa tidak dihormati pilihannya ataupun bersikap defensif. Jika remaja merasa diserang secara pribadi, mereka akan bereaksi dengan kesal atau marah dan mungkin membalas dengan kasar atau menunjukkan ekspresi emosionalnya dengan berperilaku negatif.
Bagaimana memberikan kritik kepada anak?
Ketika kritik Anda dimotivasi oleh keinginan untuk membantu anak, alih-alih hanya menunjukkan kesalahannya, pendekatan Anda mungkin juga akan berbeda. Karena tujuan dari kritik ini yang menentukan nada bicara maupun pilihan kata Anda.
1. Kritik perilaku bukan pribadinya
Saat mengkritik anak, ingatlah jangan membuatnya seperti sebuah serangan terhadap pribadinya: Anak Anda harus mendapatkan pesan bahwa kritik Anda adalah tentang perilakunya dan bukan tentang dia sebagai individu. Misalnya, jika kamar anak berantakan, alih-alih mengatakan,
“Kamu orang yang berantakan”, Parents bisa mengatakan “Ibu rasa, kamarmu agak berantakan.”
2. Spesifik
Sampaikan kepada anak Anda bahwa niat Anda bukan untuk membuatnya terlihat buruk tetapi untuk membantunya berkembang. Misalnya alih-alih mengatakan, “Tulisanmu bisa lebih bagus kan”, Parents dapat mengatakan, “Kakak mungkin menulisnya tidak perlu terburu-buru, jadi bisa lebih rapi.”
3. Berikan solusi yang memungkinkan
Bantu anak Anda berkembang dengan menyarankan solusi yang dapat ia lakukan. Misalnya, jika anak Anda lemah dalam pelajaran Matematika, daripada berkata, “Kok nilai Matematikamu jelek terus, apa kamu nggak belajar?”, Parents bisa berkata “Nak, bagaimana kalau kamu ikut les Matematika? Mungkin itu bisa membantumu lebih paham.”
4. Menghargai hal-hal positif
Sangat penting untuk memperhatikan dan menunjukkan hal-hal positif. Misalnya, anak Anda telah menyelesaikan PR Matematikanya, tetapi tulisan tangannya perlu diperbaiki. Alih-alih mengatakan, “Kok tulisannya jelek sih, Nak.” Anda dapat mengatakan, “Wow, Ayah sangat terkesan dengan usahamu dalam mengerjakan ini, tapi Ayah rasa kita bisa bersama belajar untuk menulis lebih rapi.”
5. Hindari sarkasme atau ejekan
Komentar pedas atau sarkasme bukanlah bentuk kritik yang baik dari orang tua terhadap anak. Sarkasme meninggalkan rasa sakit hati dan anak-anak akan belajar untuk juga melontarkan komentar pedas atau ejekan ketika memberikan kritik.
Bagaimana mengajarkan anak untuk menerima kritik ?
1. Bantu Anak mengembangkan growth mindset
Saat kita hanya memuji jawaban yang benar, hasil tes yang bagus, dan hal-hal lain yang sempurna, artinya kita berkomunikasi dengan anak-anak bahwa yang penting adalah jadi “benar”, dan selain itu berarti gagal.Ini adalah pola pikir tertutup (fixed mindset).
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola pikir ini, akan menerima kritik sebagai hal yang menghancurkan.
Sebaliknya, jika kita terus-menerus memperkuat “pola pikir berkembang” (growth mindset) di mana berkembang adalah yang terpenting, maka anak akan menerima kritik sebagai salah satu hal yang membantunya berkembang menjadi lebih baik dan melihat hal dari sudut pandang yang berbeda.
2. Dengarkan dengan hormat.
Anak-anak usia sekolah ataupun remaja akan menemui berbagai kritik dalam kehidupannya, dan kemampuan untuk mendengarkan kritik– yang seringkali tidak menyenangkan bagi mereka– tentu kemampuan yang perlu dilatih.
Anak remaja mungkin kesal merasa seperti sedang diserang sehingga mereka mungkin ingin segera melontarkan bantahan untuk membela diri.
Jelaskan pada anak bahwa lebih baik mendengarkan dengan hormat daripada membuang muka atau marah saat seseorang mengkritiknya. Dan jelaskan bahwa mereka juga perlu menjaga ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya tetap hormat dan fokus pada keseluruhan pesan yang disampaikan orang lain.
Mendengarkan dengan baik adalah hal penting karena dengan itu mereka akan bisa memahami maksud penyampai kritik.
3. Latih anak merespon
Ketika anak menerima kritik, mereka mungkin akan merasa kebingungan dengan respon verbal yang harus diberikan. Apalagi jika mereka sedang dalam kondisi emosional karena kritik yang disampaikan secara keras.
Maka mengajarkan respon atau hal yang dapat diucapkan ketika mendapat kritikan bisa sangat membantu, dan ini adalah bagian dari kedewasaan seseorang.
Berikut beberapa kalimat yang dapat diajarkan kepada anak ketika mereka menghadapi situasi tersebut”
- “Terima kasih telah memberikan masukan, saya akan memikirkannya.”
- “Terima kasih sudah cukup peduli untuk mengatakan itu padaku. Aku ingin memikirkannya sedikit sebelum memberikanmu jawaban. ”
- “Saranmu akan aku pikirkan. Terima kasih, ya. ”
- “Apakah maksudmu aku sebaiknya…….” (ini adalah respon spesifik untuk memastikan maksud kritikan sama dengan yang kita pahami )
4. Tindak lanjuti dengan tindakan positif.
Setelah belajar untuk menerima kritik, ajari anak-anak Anda untuk membedakan kritik yang tulus dan membangun dengan kritik yang tidak membantu atau jahat.
Dengan itu, mereka dapat belajar dari saran yang diberikan dan membuat perubahan yang diperlukan.
Berikan kendalinya kepada anak dan bantu dia untuk merefleksikan langkah selanjutnya, “Apa yang akan kamu lakukan di kesempatan selanjutnya?” atau “Apa yang ingin kamu perbaiki?”. Dengan itu anak akan belajar untuk membuat tujuan baru dengan hasil yang lebih baik.
Pada akhirnya, kritik datang kepada semua orang, Itu tak terhindarkan, dan yang lebih penting, kritik adalah bagian dari tumbuh dewasa.
Kita tidak dapat terus-terusan melindungi anak-anak, atau membuat mereka anti-kritik. Yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah memastikan bahwa mereka dilengkapi dengan kecerdasan emosional dan kekuatan karakter yang mereka perlukan untuk maju, lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih berani.
Baca Juga:
Gabung Member Premium
Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga
Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun
Gabung SekarangSudah Member Premium? Masuk Di Sini