Mengajarkan Consent Ke Anak Laki-Laki, Apa yang Berbeda ?

21 Desember 2021

Berita kekerasan seksual yang marak diangkat media, banyak orang semakin menyadari ada yang diperlukan lebih dari pendidikan seksual di bangku sekolah. 

Pencegahan kekerasan seksual kerap kali menitik beratkan kepada korban. Apa yang harus seharusnya dilakukan korban, bagaimana korban harusnya berpakaian, bagaimana korban harusnya bisa ini atau itu, dan hal-hal lain yang berfokus pada korban. Hal ini memicu diskusi yang lebih serius, bagaimana jika alih-alih hanya fokus pencegahan dari sisi korban, masyarakat juga sebaiknya mulai berfokus untuk mengedukasi dari sisi laki-laki, yang menurut statistik adalah pelaku mayoritas. 

Educate your son. 

Didiklah anak-anak lelakimu. Kalimat ini muncul dan menjadi isu besar setelah kasus kekerasan seks muncul ke permukaan secara masif. Banyak pro dan kontra terkait isu ini. Tahun 2017 sebuah artikel di New York Times pernah menulis wawancara dengan ibu pelaku kekerasan seksual di kampus, ia menyatakan “Kami tidak benar-benar perlu mengajari putra kami untuk tidak memperkosa,” kata ibu salah seorang terdakwa.

Dari sini sebuah pandangan yang mengemuka, bagaimana kita memastikan bahwa kita membesarkan anak laki-laki yang paham dengan konsep konsen?

Jo Langford, seorang terapis Seattle, seorang sex educator dan ayah yang sering melatih orang tua menguraikan beberapa cara laki-laki dapat menjadi bagian dari solusi itu, termasuk: “Dukung mereka yang Anda kenal yang telah mengalami pelecehan, baik perempuan maupun laki-laki” dan “Jangan berpartisipasi dalam membully siapa pun.”

 

Bagaimana harus memulai ?

Ajarkan anak, laki-laki maupun perempuan sejak dini tentang “consent” atau “persetujuan”. Menggunakan kata “persetujuan” untuk apa pun yang memerlukan izin.

Rekomendasi Artikel:

Consent, Batasan “Persetujuan” yang Wajib Dipahami Anak

  • Jelaskan kepada mereka dengan konteks. 

Orang tua dapat menjelaskan kepada anak-anak, “Kamu boleh kok nggak mau dipeluk atau dicium Mama. Mama akan tanya dulu apakah kamu mau dipeluk, dan kamu bisa memberikan persetujuanmu.” 

Kemudian Anda dapat menanyakan skenario yang mungkin terjadi dengan orang lain seperti: “Gimana kalau ada orang lain yang minta kamu supaya memeluk atau menciumnya?”

Orang tua juga dapat mengajarkan, jika anak merasa tidak ingin dipeluk atau dicium oleh anggota keluarga seperti paman atau bibi, bisa diganti dengan “tos” atau bersalaman. 

  • Ajarkan anak untuk membuat daftar

Minta anak membuat daftar 5 orang (atau kurang) yang boleh melihat anak melepas pakaiannya. Misalnya : Ibu, Nenek, Dokter. Jadi, jika ada seseorang selain orang di daftar tersebut meminta mereka melepas baju , mereka tahu bahwa itu tidak diijinkan. 

Dikutip dari familyeducation.com Christine MacInnis, MS, LMFT terapis dari California , Amerika Serikat mengatakan, “Semua anak harus diajari sejak lahir bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri dan tidak ada yang berhak menyentuh mereka tanpa izin mereka.”

Bagaimana dengan anak laki-laki ? Mengapa ada perbedaan saat mengajarkan consent kepada mereka ?

Budaya mempengaruhi pengajaran tentang consent terhadap anak kali-kali. Umumnya orang tua menganggap anak laki-laki tidak dalam ancaman kekerasan seksual. Padahal, ancaman kekerasan seksual bisa terjadi kepada kedua gender. 

  • Mengajarkan batasan

Mengajarkan anak laki-laki tentang consent (persetujuan) bisa mulai dengan melibatkan penempatan batas-batas tentang sentuhan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat mencontohkan persetujuan dalam perilaku kita sendiri ,misalnya dengan berhenti menggelitik ketika dia memintanya dan dengan tidak memaksanya untuk memeluk orang lain jika dia tidak mau.

  • Mengenali orang dewasa yang “aman”

Beri tahu anak-anak bahwa tidak apa-apa untuk meminta bantuan dan membantu orang dewasa, namun terlebih dahulu ajari anak-anak bahwa orang dewasa yang aman adalah orang dewasa yang mendengarkan apa yang mereka inginkan dan butuhkan, dan tidak membuat mereka merasa tidak nyaman atau takut. 

Mengidentifikasi orang dewasa yang aman itu sulit, bahkan untuk orang dewasa lainnya, jadi kuncinya di sini adalah menemukan kekuatan dalam jumlah dan meminta anak-anak mengidentifikasi banyak orang dewasa yang mereka rasa dapat memberikan perlindungan jika mereka merasa takut atau tidak nyaman atau berada dalam situasi yang mereka tidak inginkan. 

Dukung anak untuk memberi tahu orang dewasa yang ada dalam daftar mereka ini jika ada yang mengancam mereka atau menyuruh mereka menyimpan rahasia. 

Cukup banyak kekerasan seksual kepada anak yang terjadi di rumah mereka, jadi jangan berasumsi bahwa orang tua, kerabat, atau pengasuh mereka selalu jadi orang dewasa yang aman. 

  • Memerangi Toxic Masculinity

Pada usia sepuluh tahun, pandangan anak-anak tentang gender sudah terbentuk, jadi penting untuk menjelaskan tentang stereotip gender sejak awal. 

Sejak mereka lahir, banyak anak laki-laki menerima pesan yang keliru tentang maskulinitas dan apa artinya ‘menjadi seorang laki-laki’. Pandangan seperti “anak laki-laki tidak boleh menangis”, “anak laki-laki harus lebih jago dari perempuan”, atau ujaran seperti “Kok kamu cengeng, kayak cewek aja.” — Ini adalah bagian dari toxic masculinity dan sebaiknya dilawan sejak dini. 

Sebagai orang tua, kita semua memiliki peran untuk dimainkan dalam memperkuat nilai dan pemahaman yang lebih luas tentang seperti apa citra laki-laki yang seharusnya. 

Di usia balita sampai usia sekolah anak laki-laki mungkin tampak tidak paham atau tidak peduli, tetapi penting bagi kita untuk menerapkan nilai ini sejak dini. Mengekang ke dalam satu versi maskulinitas merusak semuanya.

Saat anak memasuki dunia remaja, penting bagi kita untuk berbicara tentang pornografi dan memperjelas bahwa apa yang mungkin mereka lihat di internet, game, atau media sosial tidak sama dengan apa yang (atau seharusnya) terjadi dalam kehidupan nyata

  • Hindarkan lelucon dan komentar yang sexist 

Kita mendengarnya di mana-mana. Lelucon, komentar, postingan di sosial media, dan bahkan “nasihat” yang seringkali lebih dulu menyalahkan korban. Bicarakan ini dengan mereka, mungkin tidak dalam situasi yang terlalu serius, tetapi percayalah anak-anak akan belajar seiring umur mereka.

Anak-anak sering menangkap isyarat dari lingkungan dan stigma sosial. Tentang bagaimana seseorang harus berpakaian atau bersikap agar tidak mengalami kekerasan seksual. Lawan pesan-pesan ini dengan menegaskan bahwa ketika seseorang dilukai, itu TIDAK PERNAH salah korban, terlepas dari apa yang mereka kenakan, di mana mereka berada, atau dengan siapa mereka. 

Tidak ada seorangpun yang meminta untuk disakiti. Dan tidak ada seorang pun yang punya hak untuk menyakiti orang lain. Usahakan untuk mendengarkan atau meminta pendapat mereka sebanyak kita berbicara padanya. 

Mengajarkan consent atau persetujuan memang kompleks dan tidak mudah. Bahkan orang dewasa pun masih perlu belajar dan berproses untuk ini. 

“Semua ini membutuhkan waktu,” kata Al Vernacchio, guru pendidikan seksual di Friends’ Central School Wynnewood, Pennsylvania,seperti dikutip dari yourteenmag.com. Tetapi jika kita ingin membesarkan generasi anak-anak yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang consent daripada (generasi) kita, kita harus melakukan diskusi ini.”

Dan apakah saat ini Anda merasa kesulitan untuk mulai mengajarkan Consent pada Anak laki-laki? Jangan ragu, untuk belajar langsung dari ahlinya pada workshop berikut ini. Klik poster untuk pendaftaran

Bagaimana Menurut Anda?
+1
15
+1
1
+1
3
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket