Tolok Ukur Temperamen Berdasarkan Usia Anak

22 Maret 2019

Pertanyaan:

Ibu Lusi

Hallo SOP,

Saya ingin bertanya mengenai temperamen anak yang dibagi menjadi difficult – easy, kira-kira tolok ukurnya sampai usia berapa ya? Anak saya yang berusia 6 tahun masih susah disuruh mandi, diminta menata jadwal sekolah, bahkan disuruh belajar. Apakah anak saya termasuk kategori difficult? Bagaimana penanganannya ya?

temperamen berdasarkan usia anak
temperamen berdasarkan usia anak

Jawaban:

Hallo Parents,

Dear Bunda Lusi, terima kasih telah menunggu dengan sabar, 

Pada dasarnya temperamen merupakan keunikan atau perbedaan individu yang dibawa sejak lahir (genetik) yang akan menentukan “bagaimana”atau cara anak merespon lingkungannya (orang atau benda/ situasi di sekitarnya) yang ditampilkan secara konsisten pada berbagai situasi dan waktu.

Temperamen tidak dapat berubah, sehingga sebagai orang dewasapun cara kita merespon lingkungan akan tetap dipengaruhi oleh temperamen kita masing-masing. Contohnya bayi yang tingkat keaktifan tinggi akan sering bergerak saat tidur, bergerak-gerak ketika popok diganti, pada usia 2 tahun ia akan suka memanjati perabotan dan mengeksplorasi, selanjutnya pada usia 10 tahun ia akan suka bermain yang banyak bergerak seperti bola, dan lebih sulit untuk duduk lama ketika mengerjakan tugas rumah (PR).

Sebaliknya bayi yang tingkat keaktifan rendah biasanya tidak banyak bergerak ketika tidur ataupun ketika berpakaian, pada usia 2 tahun ia akan lebih menikmati bermain dengan tenang dengan puzzle, selanjutnya pada usia 10 tahun ia akan lebih suka  aktivitas yang tidak banyak bergerak seperti bermain catur dan membaca buku, serta membutuhkan waktu lama ketika makan.

Dari contoh tersebut kita dapat melihat bahwa temperamen tidak berubah, namun bentuk perilaku yang berubah seiring pertambahan usia.

Temperamen memang merupakan modal/ keunikan bawaan tiap anak yang dibawa sejak lahir dan terus melekat pada diri kita, namun pada usia 18 tahun pada umumnya kepribadian seseorang mulai menetap. Pada usia ini kepribadian kita akan lebih dominan mempengaruhi perilaku kita, yaitu “alasan” atau “pendorong” kita melakukan suatu.  

Dalam hal ini, temperamen hanya salah satu faktor yang akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Selain itu, kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kematangan fungsi otak (prefrontal cortex), pengalaman dengan lingkungan, serta interaksi dengan orang-orang penting di sekitarnya (orangtua, saudara, keluarga, dan/atau teman dekat), kelekatan/ attachment yang terjalin dengan orangtua (kelekatan yang aman (secure attachment penting terbentuk pada usia 0-3 tahun pertama). Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya menerima temperamen anak sebagai keunikan anak, dan berusaha memfasilitasi atau menyesuaikan pola asuh, sehingga memungkinkan anak untuk tetap mengembangkan potensinya secara maksimal.

Menurut Thomas dan Chess, anak yang tergolong temperamen sulit (difficult) akan sangat sulit menyesuaikan diri dengan pengalaman baru (baik makanan baru, tempat, situasi, perubahan pada rutinitas dan/atau orang baru), reaksinya penolakannya juga tergolong sangat intens. Oleh sebab itu, kita memerlukan informasi lebih banyak untuk dapat memperkirakan temperamen ananda. dibandingkan fokus pada pembagian temperamen, akan lebih berguna apabila ibu mencoba menilai aspek-aspek dalam temperamen itu sendiri, sehingga ibu mendapat gambaran umum mengenai ananda, dan dapat menyusun strategi untuk membantu ananda menghadapi tantangan perkembangannya dengan tetap menghargai keunikannya.

Terdapat 9 aspek temperamen yang perlu diperhatikan, yaitu level keaktifan, ritmik (terprediksi atau tidaknya fungsi biologis), mudah atau sulitnya teralihkan (distractability), reaksi pada stimulus baru (mendekat atau menjauh), kemampuan adaptasi (waktu yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri), rentang atesi dan ketekunan (lama/sebentar), intensitas reaksi (tinggi/rendah), ambang kepekaan sensori (rendah/tinggi), dan kualitas suasana hati (positif/negatif).

Perilaku-perilaku anak yang ibu jabarkan seperti sulit diminta mandi, menata jadwal di sekolah, dan ketika diminta belajar merupakan perilaku yang berkaitan dengan kemandirian. Pada usia 6 tahun anak memang sudah diarahkan untuk belajar lebih mandiri, namun juga masih perlu pendampingan atau arahan.

Anak yang memiliki ritmik dan rentang atensi dan ketekunan yang tinggi akan lebih cepat mandiri dan mengikuti rutinitas belajar, mandi, makan, dan kegiatan rutin lainnya. Sebaliknya anak yang rimiknya tidak teratur, rentang atensinya dan ketekunannya pendek tentu akan membutuhkan waktu dan upaya lebih untuk melakukannya.

Meskipun demikian temperamen bukan satu-satunya penentu, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah penanaman kebiasaan dan kesempatan anak untuk mandiri, tingkat intelektual, metode belajar, dan perspektif anak tentang belajar. Mulai dari 18 -36 bulan tahun anak sebaiknya sudah diberikan kesempatan untuk mandiri sesuai porsi usianya. Semakin banyak kesempatan anak untuk mandiri dalam hal-hal sederhana seperti bantu diri, kelak akan mempengaruhi kepercayaan diri anak melakukan kemandirian pada taraf yang lebih tinggi seperti kemandirian belajar.

Selain itu, dalam hal belajar, tingkat intelektual memainkan peran yang penting dalam menentukan pengalaman-pengalaman berhasil pada anak. Pengalaman berhasil akan meningkatkan motivasi anak untuk mengulangi dan menekuni belajar. Sebaliknya pengalaman gagal dan kritik yang terus menerus didapatkan akan menciptakan persepsi negatif mengenai belajar itu sendiri. Pengalaman belajar sejak kecil yang menyenangkan juga akan mempengaruhi kecintaan anak akan proses belajar.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah metode belajarnya. Semakin banyak melibatkan indra (multisensori) pada umumnya anak akan belajar dengan lebih giat. Belajar tidak melulu hanya duduk di kursi mengerjakan tugas-tugas tertulis, namun dapat melalui kegiatan-kegiatan menarik seperti melalui bermain. Pada usia 6 tahun, secara fungsi otak, anak masih butuh banyak alat peraga (gambar, benda peraga 3D, dan lain sebagainya), kesempatan melakukan percobaan dan memanipulasi benda untuk dapat belajar secara optimal.  

Hal yang saat ini dapat dilakukan adalah membiasakan ananda untuk mandiri dalam segala hal yang telah dikuasainya, membangun kebiasaan belajar secara bertahap mulai dari durasi yang singkat dan dapat ditingkatkan secara bertahap, menggunakan metode belajar yang bervariasi dan menarik, membuat jadwal harian anak (disusun bersama ananda) yang dapat di centang atau di cap ketika telah dilakukan (biasa anak akan lebih bersemangat dan terarah ketika mengetahui dengan jelas rutinitas yang harus ia lakukan dan bantuan visual seperti jadwal harian yang ditempel di kaca/ di tempat yang dapat dijangkaunya akan lebih memudahkan).

Berikanlah apresiasi pada proses yaitu usaha yang ditampilkan oleh anak, dibandingkan fokus pada hasil akhir. Dalam hal keunikan temperamen, ibu juga dapat mengevaluasi diri, apakah ada bagian dari temperamen ibu yang mungkin bertentangan dengan temperamen ananda. Dengan mengetahui, memahami, dan menerimanya sebagai keunikan masing-masing, kita relatif lebih dapat mencari strategi agar kebutuhan semua pihak tercapai dengan lebih memuaskan.

Contoh misalnya ananda memiliki level rentang atensi dan ketekunan yang rendah, mudah teralih, dan memiliki tingkat keaktifan yang tinggi. Sebaliknya ibu memiliki rentang atensi tinggi, dan tingkat keaktifan yang rendah. Dengan kondisi demikian,ibu dan ananda akan merasa frustrasi apabila memaksakan ananda mengikuti standard belajar yang menuntut ananda duduk, menulis, dan/atau membaca buku dalam durasi yang panjang.

Dalam contoh ini, proses belajar akan berjalan dengan lebih menyenangkan apabila durasi belajar memecah jam belajar menjadi beberapa sesi (contoh 1 sesi 10 menit/tergantung kekuatan anak saat ini), yang diselingi istirahat bermain (hindari istirahat menonton televisi atau gadget karena kan sulit kembali semangat belajar). Selain itu, gunakan metode belajar yang memungkinkan anak bergerak, memanipulasi benda, ataupun menggunakan berbagai alat peraga menarik untuk membantu anak lebih tertarik dan fokus lebih lama ketika belajar.

Demikian saran yang dapat saya berikan, semoga berguna dan dapat diterapkan. Tetap semangat Bunda Lusi!

Paskalia Marlina Lumban Batu, S.Psi.,M.Psi

Baca juga:

  1. Yuk, Cocokan Pola Asuh Dengan Temperamen Anak
  2. Mengenal Tipe Temperamen Anak

 

Bagaimana Menurut Anda?
+1
0
+1
0
+1
0

Tag:

Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket